Khutbah Jumat ini mengingatkan kita untuk tidak membiarkan rumah kita jadi tempat istirahat saja, tapi jadikanlah ia sebagai ladang untuk menanamkan iman. Rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak, tempat mereka menyerap nilai, mendengar doa dari lisan orang tua, dan melihat langsung bagaimana iman dijalankan dalam kehidupan nyata.
Jika kita ingin membangun bangsa yang besar dan bermartabat, maka kita harus mulai dari hal yang paling dekat: keluarga kita sendiri. Bukan hanya mencukupi gizi tubuh anak, tapi juga memberi gizi pada jiwanya dengan iman dan nilai-nilai agama.
KHUTBAH PERTAMA
الحمدُ للهِ الَّذِي أَمَرَنَا بِالْتَّقْوَى فِي بُيُوتِنَا وَجَعَلَهَا سَبَبًا لِتَرْبِيَةِ جِيلٍ فِي رُوحِ الإِيمَانِ وَالإِحْسَانِ
نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، الْمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْعَٰلَمِينَ، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ وَاقْتَفَى أَثَرَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللّهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ قَالَ اللّهُ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
وَ قَالَ أَيْضًا وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۖ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Mari kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan keluarga. Tak lupa, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, uswatun hasanah kita dalam membina rumah tangga yang penuh berkah dan takwa.
Hari ini, khatib mengajak diri pribadi dan jamaah sekalian untuk merenungkan satu tema penting: mencari dan menanamkan takwa di rumah kita bersama keluarga.
Rumah bukan hanya tempat istirahat, tapi tempat pendidikan paling awal dan paling kuat pengaruhnya. Dan takwa, bukan hanya diukur dari berapa sering kita ke masjid, tapi juga bagaimana kita membentuk rumah tangga yang hidup dengan nilai iman dan amal.
Allah SWT berfirman dalam Surah At-Tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”
Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini bukan hanya perintah untuk menyelamatkan diri, tetapi juga perintah mendidik, menasihati, membimbing, dan mengarahkan keluarga agar terhindar dari jalan yang menyesatkan.
Ibnu Katsir, terkait ayat ini menjelaskan: “Ajarkan mereka untuk menaati Allah dan menjauhi maksiat kepada-Nya. Bimbing mereka dengan akhlak, adab, dan nilai-nilai Islam sejak dini.”
Rasulullah SAW—beliau bukan hanya Nabi di masjid, tapi juga seorang ayah yang lembut dan sabar di rumah. Beliau menyapu lantai, menjahit bajunya, bermain bersama cucu, menolong istri, dan selalu menjadi teladan akhlak bagi keluarganya.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Takwa bukan hanya dicari di masjid, bukan hanya di pengajian, tapi juga harus dicari dan dibangun di rumah kita sendiri, bersama keluarga.
Banyak orang ingin anaknya saleh, ingin rumah tangganya sakinah, tapi lupa bahwa takwa itu dibentuk lewat kebiasaan harian. Dan tempat paling awal membentuknya adalah rumah.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayah adalah pemimpin di rumahnya. Maka, jangan hanya bangga memberi nafkah, tapi abaikan pendidikan karakter. Jangan hanya sibuk mencari uang, tapi membiarkan anak diasuh oleh gadget.
Bagi ayah-ayah muda, mungkin kita terlalu sibuk mengejar pekerjaan, proyek, dan dunia luar, kadang kita lupa bahwa anak-anak kita sedang tumbuh di rumah, menyerap segala hal—entah dari kita, atau dari gadget dan televisi. Jangan biarkan mereka lebih banyak diasuh oleh layar, daripada oleh pelukan dan arahan dari ayah ibunya.
Hari ini, kita perlu bertanya:
Apakah rumah kita masih menjadi tempat lahirnya generasi bertakwa?
Apakah anak-anak kita tumbuh dalam pelukan orang tuanya, atau dalam pelukan layar dan algoritma?
Apakah suara yang paling sering mereka dengar adalah suara ayah yang mengimami salat, atau suara YouTube dan TikTok?
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kalau kita ingin membangun generasi Indonesia yang unggul, maka yang harus kita perkuat bukan hanya asupan makanan, tetapi asupan nilai. Bukan hanya gizi tubuh, tapi gizi jiwa. Dan itu, mulainya bukan di sekolah, bukan di kampus, tapi di rumah.
Rumah adalah madrasah pertama bagi anak. Tempat pertama mereka belajar apa itu jujur, apa itu menghargai orang lain, bagaimana bersyukur, bagaimana mengendalikan emosi.
Banyak orang tua begitu teliti memilihkan susu terbaik, vitamin terbaik, tapi lupa menyuapi anaknya dengan pujian, pelukan, dan doa.
Jangan sampai rumah hanya jadi tempat tidur, tapi tidak jadi tempat tumbuh.
Lihatlah negeri seperti Jepang. Negara maju yang dikenal dengan teknologi canggih. Tapi sejak TK, anak-anak mereka sudah dibiasakan merapikan sendiri meja makan, mencuci gelas sendiri, membungkuk meminta maaf, dan menulis ucapan terima kasih. Mereka diajarkan jujur dan mandiri sebagai budaya hidup. Maka tidak heran, mereka tumbuh dengan mental yang kuat dan karakter yang terbentuk.
Di tengah dunia yang semakin berkembang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kita menyaksikan satu hal yang mulai memudar di tengah Masyarakat kita yaitu integritas dan kejujuran. Kita melihat banyak tokoh cerdas, lulusan luar negeri, bergelar panjang—tapi sayangnya tidak sedikit dari mereka yang tersandung kasus korupsi, manipulasi data, penyalahgunaan wewenang, dan sebagainya. Indonesia bukan kekurangan orang pintar. Kita kekurangan orang yang jujur.
Lalu dari mana kita mulai memperbaiki semua ini?
Jawabannya dari rumah kita. Dari anak-anak kita. Kita tidak bisa terus menyalahkan masa lalu. Tapi kita bisa menghentikan siklus kesalahan itu dengan satu langkah besar: mendidik anak-anak kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas.
Ma’asyiral Muslimin,
Surah Luqman memberi kita gambaran indah bagaimana seorang ayah, Luqman al-Hakim, menasihati anaknya dengan penuh hikmah:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Wahai anakku, dirikanlah shalat, suruhlah yang makruf, cegahlah yang munkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya itu termasuk perkara yang berat namun wajib dilakukan.” (QS. Luqman: 17)
Ini bukan sekadar perintah beribadah. Tapi juga perintah berdiri tegak dalam nilai kebaikan, menjaga prinsip hidup, meskipun itu sulit. Inilah inti dari integritas: teguh dalam kebaikan meski tidak diawasi, tetap jujur meski tidak dilihat orang.
Integritas bukan diajarkan dengan kata-kata saja, tapi dengan keteladanan.
Orang tua yang curang, tidak jujur, berkata kasar, atau suka menyalahkan orang lain—sedang memberi pelajaran buruk yang tak terlihat, tapi mengakar kuat dalam diri anak-anak mereka.
Ma’asyiral Muslimin,
Ingatlah bahwa anak-anak kita adalah investasi terbesar untuk masa depan bangsa ini. Mereka bukan hanya akan mewarisi harta, tapi juga akan mewarisi sistem, budaya, dan nilai-nilai yang kita tanam hari ini.
Jika kita ingin bangsa ini berubah, jika kita ingin Indonesia menjadi negeri yang bermartabat, makmur, dan berkeadilan—maka kita harus mulai dari rumah kita, dari anak-anak kita. Tanamkan kejujuran. Ajarkan mereka arti tanggung jawab. Kenalkan mereka pada Allah sebagai Pengawas yang Maha Melihat.
Jamaah sekalian yang dirahmati Allah,
Mari kita tiru teladan para ulama dan orang saleh dalam menjaga integritas mereka.
Dikisahkan Ibnu Jauzi dari Uyun Hikayat, Suatu malam, Amirul Mukminin Umar bin Khattab berjalan keliling kota bersama Abdullah bin Zubair untuk mengamati keadaan rakyatnya. Ia mendengar seorang ibu menyuruh putrinya mencampur susu dengan air agar lebih banyak.
Namun, gadis itu menolak dan berkata:
“Wahai Ibu, Amirul Mukminin melarang kita mencampur susu dengan air.”
Ibunya menjawab: “Tapi Umar tidak melihat kita.”
Gadis itu menjawab dengan mantap:
“Kalau Umar tidak melihat kita, maka Tuhan Umar melihat kita.”
Umar pun menangis haru. Keesokan harinya, ia menikahkan gadis itu dengan putranya, Aslam bin Umar. Dari keturunan mereka lahirlah Umar bin Abdul Aziz, khalifah agung yang dikenal karena keadilan dan kezuhudannya.
Imam Malik, sejak kecil sudah dibiasakan oleh ibunya mengenakan pakaian putih, dan dipesankan: “Pergilah ke majelis Rabi’ah Ar-Ra’yi, ambillah ilmunya, dan pelajarilah adabnya sebelum ilmunya.”
Imam Syafi’i, hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun, dan ibunya yang miskin adalah guru pertamanya. Bukan dengan banyak uang, tapi dengan perhatian dan nilai hidup.
Imam Ahmad, ibunya membangunkan beliau di malam hari untuk qiyamul lail saat beliau masih kecil. Lalu mengantar beliau ke masjid dengan lilin di tangan.
Dari rahim para ibu dan ayah inilah, lahir generasi ulama dan mujahid.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Imam Ali bin Abi Thalib pernah berpesan:
“Didiklah anak-anak kalian bukan seperti didikan kalian dahulu, karena mereka akan hidup di zaman yang berbeda dari zaman kalian.”
Ini adalah peringatan agar orang tua tidak hanya fokus pada akademik, tapi juga pada pendidikan moral, adab, dan integritas. Karena zaman berubah, tapi nilai kejujuran tetap berlaku abadi.
Ajarkan anak kita kejujuran. Ajarkan anak kemandirian, mulai dari merapikan tempat tidur, melipat bajunya sendiri, berwudhu dengan tertib, dan menjaga shalat lima waktu. Didik anak bukan dengan teriakan, tapi dengan keteladanan. Karena anak adalah peniru paling jujur dari orang tuanya. Kadang rumah kita kadang dipenuhi fasilitas mewah, tapi kosong dari nilai.
Ada wifi kencang, tapi tidak ada diskusi hangat.
Ada kulkas penuh makanan, tapi miskin pujian dan pelukan.
Jamaah sekalian,
Rasulullah SAW bersabda:
ما نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ نَحْلًا أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
“Tidaklah seorang ayah memberikan pemberian yang lebih baik kepada anaknya selain akhlak yang mulia.” (HR. Tirmidzi)
Menjadi orang tua bukan sekadar status biologis. Ia adalah amanah besar, ladang amal, dan jalan menuju takwa. Ketakwaan bukan hanya dibangun di masjid, tapi dirajut hari demi hari di dalam rumah.
Rumah adalah madrasah pertama. Orang tua adalah guru utama. Dan anak-anak adalah murid kecil yang merekam setiap kata, setiap laku, setiap napas kita sebagai orang tuanya.
Jamaah sekalian,
Hari ini banyak orang mengejar takwa di luar rumah — ikut pengajian, mendengarkan ceramah, memperbanyak hafalan. Itu semua bagus. Tapi jangan lupakan satu hal: apakah rumah kita adalah tempat yang menumbuhkan takwa?
Takwa itu bukan hanya di ucapan, tapi dalam cara kita berbicara kepada pasangan, dalam cara kita menegur anak, dalam cara kita memaafkan, dalam kesabaran menghadapi istri atau suami.
Mari kita bangun rumah-rumah takwa. Bukan rumah yang besar, tapi rumah yang penuh keberkahan. Bukan rumah yang selalu sunyi, tapi rumah yang ramai dengan dzikir dan shalat. Bukan rumah yang sempurna, tapi rumah yang jujur — tempat anak belajar menjadi manusia.
Menjaga keluarga dari neraka bukan hanya dengan mencegah maksiat, tapi juga dengan menyiramkan nilai iman, adab, dan akhlak ke dalam hati mereka. Karena dari keluarga yang bertakwa, akan lahir masyarakat yang bertakwa. Dan dari situlah lahir bangsa yang bermartabat.
Semoga Allah menjadikan keluarga kita rumah tangga yang diberkahi, yang mendidik generasi shalih dan bertakwa.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِوَالِدِي وَلِوَالِدَيْكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ العِلْمِ النَّافِعِ، وَوَفِّقْنَا لِطَلَبِ العِلْمِ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ العِلْمَ نُورًا فِي قُلُوبِنَا، وَهَادِيًا لَنَا فِي حَيَاتِنَا، وَسَبَبًا لِرَفْعَةِ الأُمَّةِ وَتَقَدُّمِهَا.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَتَعَلَّمُونَ وَيَتَعَاوَنُونَ فِي الْخَيْرِ، وَيَعْمَلُونَ مِنْ أَجْلِ وَحْدَةِ الأُمَّةِ الإِسْلَامِيَّةِ فِي ظِلِّ تَوْجِيهِكَ وَرَحْمَتِكَ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسْعَوْنَ فِي جَمْعِ شَمْلِ الْمُسْلِمِينَ، وَيَعْمَلُونَ عَلَى تَحْقِيقِ التَّقَدُّمِ وَالْازْدِهَارِ فِي الْعَالَمِ أَجْمَعِينَ.
اللهم احْفَظْ فِلَسْطِينَا وَأَهْلَهَا، وَاجْعَلْهُمْ فِي عَوْنِكَ وَنَصْرِكَ. اللهم فَرِّجْ هَمَّهُمْ، وَارْزُقْهُمْ الأَمْنَ وَالسَّلاَمَ. اللهم دَمِّرْ أَعْدَاءَهُمْ، وَانصُرْهُمْ عَلَى مَن ظَلَمَهُمْ. اللهم آمِينَ.
رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Please login to comment