Fatwa
Delapan Amalan Yang Bisa Dilakukan Wanita Saat Haid
Islam tidak pernah meremehkan atau merendahkan wanita. Saking hormat dan mulianya wanita dalam pandangan Islam, banyak sekali amalan-amalan yang boleh dilakukan wanita saat haid.
Haid bagi wanita adalah fitrah dan dialami oleh setiap perempuan yang telah baligh. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. kepada Aisyah ra. seperti yang termaktub dalam kitab Shahihain,
إنَّ هَذَا أمرٌ كَتَبَهُ الله عَلَى بَنَات آدَم
“(Haid) ini merupakan suatu hal yang telah ditetapkan Allah untuk seluruh wanita.” (HR. Muttafaq ‘Alaihi)
Masuknya masa haid juga bisa diketahui dari keluarnya darah mulai dari bau, warna atau sifat yang berbeda dari darah pada umumnya.
Masa berlangsungnya juga bermacam-macam. Kebanyakan wanita mengalami masa haid dengan durasi waktu sepekan. Meski banyak perbedaan fikih dalam rentang waktu haid, mayoritas para ulama salaf membatasi masa haid dengan batas waktu maksimal lima belas hari dan paling sedikit satu hari satu malam.
Selama haid, wanita Muslimah dilarang melakukan beberapa hal dan ibadah. Beberapa di antaranya seperti shalat, puasa, menyentuh mushaf, tawaf atau berhubungan ranjang dengan suami.
Islam adalah agama yang penuh kasih. Meski bisa dibilang kesempatan beribadah bagi wanita tidak lebih banyak dibandingkan lelaku, masih banyak amalan yang boleh dilakukan oleh wanita saat haid.
Syekh Kamal bin Sayyid Salim dalam kitabnya Fiqh As-Sunnah Li-Nisaa’ menyebutkan ada delapan hal yang bisa dilakukan oleh wanita haid:
Pertama: Berzikir mengingat Allah dan membaca Al-Qur’an.
Berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah ra. yang ditakhrij oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Abu Dawud:
“Kami diperintah oleh Rasulullah SAW untuk keluar tatkala hari raya, sehingga keluarlah para gadis dari pingitannya. Dan wanita-wanita yang sedang haid, mereka berada di belakang jama’ah dan bertakbir mengagungkan asma Allah.”
Pada saat itu Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah ra. untuk mengikuti apa yang orang-orang lakukan saat berhaji. Padahal saat itu Aisyah sedang haid. Sedangkan kita tahu bahwa amalan yang jamak dilakukan jama’ah haji adalah berzikir dan membaca Al-Qur’an.
Sunnah di atas menjelaskan boleh hukumnya berzikir dan membaca al-Qur’an bagi wanita haid. Tapi perlu diingat, membaca al-Qur’an di sini tidak boleh dengan menyentuh mushaf. Alternatifnya, kita bisa menggunakan banyak aplikasi yang bertebaran di smartphone untuk bisa membaca al-Qur’an kapan saja.
Sedangkan alasan mengapa wanita haid tidak boleh membaca al-Qur’an dengan menyentuh mushaf, karena ada kewajiban bersuci sebelum menyentuh mushaf.
Allah swt. berfirman dalam Surat Al-Waqi’ah ayat 79,
لا يمسه إلا المطهرون
“Tidak ada yang dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang telah bersuci.”
Perlu diingatkan di sini bahwa para ulama berbeda pendapat menyangkut hukum membaca al-Qur'an bagi wanita haid. Komisi Fatwa Al-Azhar menyampaikan bahwa jumhur (mayoritas) ulama menyatakan bahwa wanita haid haram membaca al-Qur'an sampai dia suci.
Namun sebagian ulama berpandangan bahwa wanita yang sedang datang bulan boleh membaca al-Qur'an asalkan tidak menyentuh mushaf. Ini adalah mazhab Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan pendapat Ibnu Taimiyah serta asy-Syaukani.
Kedua: Bersujud ketika mendengar ayat sajadah.
Tidak ada larangan baik di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang melarang wanita haid melakukan sujud tilawah ketika mendengar atau membaca ayat-ayat sajadah.
Ada kisah menarik dalam Shahih Al-Bukhari tentang sujud tilawah ini. Rasululah SAW sedang membaca surat An-Najm kemudian sesampainya di ayat ke-62, beliau bersujud. Pada saat itu, yang turut bersujud bukan cuma kaum Muslim yang hadir di dekatnya. Para jin juga ikut bersujud.
Hadits di atas diperkuat oleh Az-Zuhra dan Qatadah yang mengatakan hal senada dalam Mushnaf Abdur-Razaq.
Ketiga: Bacaan Al-Qur’an suami di pangkuan istrinya yang tengah haid.
Dalam kita Fathul Bari di bab Haid disebutkan, Aisyah ra. pernah berkata:
كان النبي يقرا القرآن ورأسه في حجري وأنا حائض
“Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dan meletakkan kepalanya di atas pangkuanku sementara aku sedang haid.” (HR. Bukhari)
Keempat: Menghadiri shalat Id dan merayakan hari raya.
Dari Ummu Athiyyah ra., ia berkata:
أمرنا أن نخرج العواتق والحيض في العيدين يشهدن الخير ودعوة المسلمين, ويعتزل الحيض المصلي
“Kami diperintahkan untuk mengeluarkan gadis-gadis yang mendekati masa baligh, para wanita haid di dua hari raya, supaya mereka menyaksikan kebaikan dan do’a Muslimin, dan wanita-wanita haid tersebut menjauhi tempat shalat.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Kelima: Boleh bagi perempuan haid memasuki masjid.
Wanita haid boleh memasuki masjid selama ia merasa aman tidak akan menodai wilayah masjid. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, namun ada dua riwayat yang bisa dijadikan patokan.
Riwayat pertama adalah hadits diperbolehkannya Aisyah ra. memasuki Masjidil Haram padahal Ummul Mukminin tersebut sedang haid. Rasulullah saw. tidak mecegahnya masuk masjid, hanya melarang Aisyah ra. bertawaf.
Hadits kedua adalah tentang seorang wanita kulit hitam yang menginap di dalam masjid. Rasulullah saw. juga tidak menyuruh wanita tersebut keluar tatkala wanita tadi berada dalam masa haid.
Keenam: Suami boleh makan dan minum di bekas istrinya yang sedang haid.
Berdasarkan hadits masyhur yang berbunyi,
فعن عائشة قالت: كنت أشرب وأنا حائض ثم أناوله النبي فيضع فاه على موضع في فيشرب, وأتعرّق العرق وأنا حائض ثم أناوله النبي فيضع فاه على موضع في
Dari Aisyah ra, ia berkata: “Aku minum dari suatu wadah sedangkan aku dalam keadaan haid, lalu Rasulullah SAW mengambil wadah tersebut dan meletakkan mulutnya di bekas tempat minumku. Aku juga pernah mengambil tulang (yang ada sedikit dagingnya) kemudian memakan sebagiannya sedangkan aku dalam keadaan haid, lalu Rasulullah SAW mengambil tulang tersebut dan meletakkan mulutnya di bekas gigitanku.” (HR. Muslim)
Ketujuh: Bakti istri yang sedang haid kepada suaminya.
Salah satu cara termudah mendapat pahala bagi wanita haid adalah berbakti kepada suami. Gejala yang dialami wanita haid bisa bermacam-macam, biasanya mual, perubahan emosi, dan lain-lain. Dalam keadaan seperti itu, jika kita bisa bersabar dan tetap berlemah lembut kepada suami, pahala yang diperoleh bisa berlipat.
Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah bin Zubair bin Awwam, dari ayahnya, dia mendengar Aisyah ra. berkata,
كنت أرجِّل رأس رسول الله وأنا حائض
“Aku pernah memijat kepala Rasulullah saw. sementara aku sedang haid.”
Kedelapan: Tetap bisa tidur bersama suaminya dalam satu selimut.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa ia pernah berada dalam satu selimut bersama Nabi saw. sementara ia dalam keadaan haid.
فعن أم سلمة قالت: بينا أنا مع النبي مضطجعة في خميصة إذ حضت فانسللت فأخذت ثياب حيضتي. قال: أنفست؟ قلت: نعم, فدعاني فاضطجعت معه في الخميلة
Dari Ummu Salamah, ia berkata: “Ketika aku berada dalam satu selimut bersama Nabi saw., aku mengeluarkan darah haid. Pelan-pelan aku keluar dari selimut, mengambil pakaian khusus untuk wanita haid dan mengenakannya.”
Rasulullah saw. lantas bertanya, “Apakah kamu sedang haid?” Aku menjawab, “Iya.” Rasulullah saw. lalu memanggil dan mengajakku kembali ke dalam selimut.” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim juga mengatakan boleh bagi seorang suami tidur dan berbaring bersama istrinya yang tengah haid dalam satu selimut.
Delapan amalan di atas boleh dilakukan wanita saat haid, meski tidak terbatas kepada delapan amalan itu saja. Hal-hal kecil yang wanita haid bisa lakukan dan tetap mendapat pahala seperti menyingkirkan batu atau benda yang bisa mencelakakan orang di jalan, misalkan. Begitu juga dengan kerap membasahi bibir dengan bershalawat kepada Rasulullah saw., dan banyak lagi. Allahu a’lam bis shawab.
Baca juga:
NU Online: Bolehkah Wanita Haid Mengajar Al-Qur'an?
Fatwa Tarjih Muhammadiyah Tentang Membaca Al-Qur'an Saat Haid
Akrab dipanggil Elsa. Gadis asal Demak penikmat soto, alumni Muhammadiyah Boarding School Yogyakarta dan kini sedang nyantri di Al-Azhar Kairo. Cinta sejarah dan lumayan terpikat dengan astronomi.
Baca Juga
Apakah ahli waris wajib membayar hutang pewaris?
23 May 2024