Artikel

Mosul: Dari Kejayaan Zaman Dahulu Hingga Hancur di Tangan ISIS

03 Sep 2020 10:00 WIB
1512
.
Mosul: Dari Kejayaan Zaman Dahulu Hingga Hancur di Tangan ISIS

Mosul adalah sebuah kota metropolis di kawasan ini. Kota yang indah, dibangun dengan baik, beriklim menyenangkan, dan memiliki udara yang jernih.”

Tulis sejarawan dan ahli bumi abad 10, Al-Muqaddasi dalam Ahsan at-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim.

Al-Muqaddasi melanjutkan, “Mosul merupakan kota yang sangat terkenal, memiliki sejarah yang sangat kuno, dijejali oleh pasar-pasar besar dan penginapan-penginapan. Ia dihuni oleh banyak macam orang, dipenuhi oleh sarjana-sarjana, ia juga tidak kekurangan ahli hadits, atau pakar hukum yang disegani. Dari sana datang perbekalan untuk Bagdad; menuju ke sana pula, karavan dari Rihab berdatangan memenuhi pasarnya.”

“Selain itu, Mosul memiliki taman-taman, keistimewaan, buah-buahan yang berkualitas, tempat mandi(hamam) yang bagus, rumah-rumah yang megah, dan daging yang segar. Segala sesuatu dalam kota itu bergerak berkembang dan tumbuh subur.

Mosul, kota yang terletak di Utara Irak, merupakan kota terbesar kedua di negara itu setelah Bagdad. Ia menjelma menjadi pusat perdagangan dan industri di kawasan Utara. Membentang di pinggiran sungai legenda, Tigris, kota itu dikelilingi oleh reruntuhan peradaban kuno seperti kota kuno Asiria, Nineweh.

Baca juga: Al-Khawarizmi dan Kitab Mafatih al-Ulum

Cerita Kejayaan Mosul Zaman Dahulu

Dahulu, orang-Arang arab setelah menaklukkan kota Mosul menyebutnya Al-Fayha al-Khadra (Surga Hijau). Di sana juga, kesarjanaan dan geliat intelektual muslim pernah berkembang dan melahirkan deretan intelektual yang namanya mencakrawala.

Dari tanah itu, lahir filsuf Bakr bin Qasim al-Mawsili, penganggit buku filsafat berjudul Fi an-Nafs (tentang jiwa) yang ditulisnya antara tahun 900-950 M. Bakr al-Mawsili menyebut intelek (akal) sebagai jiwa yang rasional. Intelek tidak mendapatkan pengetahuan melalui kontak dengan "sesuatu" yang transenden, yang teramat tinggi, melainkan melalui refleksi terhadap dirinya sendiri.

Al-Mawsili menulis, “Kita memang bisa berbuat kesalahan, bisa karena imajinasi yang salah, tapi itu bisa terhindar apabila kita melihat ke dalam prinsip-prinsip awal (pemikiran logis) secara rasional. Prinsip-prinsip utama itulah, yang menjadi dasar bagi yang ada di atasnya, kebenaran atau kesalahan segala sesuatu bergantung.”

Mosul juga melahirkan dokter spesialis mata tersohor, Ammar bin Ali. Latin menyebutnya Canamusali. Pada abad 11 M, dia mengembangkan operasi katarak melalui metode isapan.

Dalam bukunya yang monumental, Al-Muntakhab fi 'ilmal-'Ayn wa 'Ilaliha wa mudawatiha bi al-adwiya wa al-Hadid, Canamusali memperkenalkan cara operasi katarak dengan jarum cekung melalui membran sklerotik dan mencabut lensa dengan isapan.

Metode ini dipakai untuk mengindari adanya sayatan atau bedelan dalam anterior chamber dan menghidari konsekuensi hilangnya beranda depan mata (aqueous humour).

Mosul lalu diharumkan oleh datangnya sejarawan besar dalam cakrawala Islam, Ibnu Al-Athir (wafat 1233 M). Dia memberi hadiah berharga untuk khazanah literatur klasik: buku sejarah berjumlah 14 jilid, Kitab Al-Kamil fi at-tarikh.

Buku sejarah besar ini banyak menyeret perhatian sarjana dunia, seperti orientalist Denmark C.J. Tornberg yang menganggap karya ibnu al-Athir ini sebagai sumber paling berharga dalam sejarah Islam, dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Sarjana Prancis Fagnan memakai karya Ibnu al-Athir dalam penelitiannya mengenai Maroko, Sicilia dan Spanyol.

Deretan nama-nama besar dalam khazanah keilmuan lainnya ikut mengharumkan kota itu zaman dahulu. Seperti pelancong dan petualang al-Harawi yang pernah "ngupret" ke Eropa dan menyaksikan erupsi gunung Etna di Italia Selatan. Perjalanan itu ia rekam dalam buku petunjuk bernama Kitab al Isharat fi Ma'rifat al-Ziyarat.

Jagat kedokteran, farmakologi, dan matematika dijejali oleh nama-nama raksasa seperti Kamal al-Din bin Yunus yang mengajarkan siapa itu Al-Farabi, ibnu Sina, Ptolemi dan Euclid kepada muridnya Theodorus. Muridnya, Al-Mufaddal ibnu Ummar al-Abhari menjadi filsuf, matematikawan dan astronom yang menulis Hidayat al-Hikmah dalam filsafat, Al-Mu'adalat tentang persamaan matematis, kitab Fi 'Ilm al-Hay'ah dalam astronomi, Risalah fi Ma'rifat al-Astrulab tentang astrolab yang kini manuskripnya ada di Kairo dan Istanbul.

Baca juga: Sultan Mehmed II Lihat Drone, Terobosan Pameran Miniatur dari Istanbul

Raut Buruk Wajah Mosul Sekarang

Pada 10 Juni 2014, kota yang diberi julukan "Mutiara Utara" ini dikuasai oleh ISIS, organisasi militan sempalan al-Qaeda yang dipimpin Abu Bakar al-Baghdadi, ketua Al-Qaeda cabang Irak dan mantan narapidana penjara Amerika Buca.

Dibantu loyalis Sadam Husein; partai Ba'ath, ISIS mencaplok Mosul setelah sebelumnya memborbardir kota kuno itu dengan beberapa serangan bom bunuh diri di pusat kota. Hanya dengan 800 anggota ISIS, bersama pasukan loyalis Saddam, mereka mampu mengamankan kota yang berpenghuni 1,8 juta orang. Sebuah kesuksesan yang bahkan ISIS sendiri terkejut dibuatnya.

Dengan menguasai kota itu, mereka mendapatkan barang rampasan piranti-piranti militer Amerika seperti tank-tank raksasa M1-A1, artileri 155-milimeter, Humvee, atau MRAP (Mine-Resistant Ambush Protected), sebuah pencapaian yang barangkali Bin Laden pun tidak pernah memimpikannya.

Horor di Mosul dilanjut dengan penghancuran situs-situs sejarah seperti makam Nabi Yunus, patung Bunda Maria, makam Nabi Set, makam Nabi Jarjis (direnovasi oleh Tamerlane pada tahun 1392), makam Imam Ibnu Hassan Aounuddin (dibangun Atabeg Mosul, Badruddin Lu'lu pada tahun 1248). Barangkali alasannya masih klasik, makam-makam tersebut bisa memacu kemusyrikan.

Ade Gumilar
Ade Gumilar / 12 Artikel

Alumni Mahasiswa Al-Azhar Mesir. Melanjutkan S2 di Universitas Indonesia konsentrasi Kajian Timur Tengah. Sekarang menjadi dosen sejarah peradaban Islam IAIN Syekh Gunung Djati Cirebon

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: