Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Berikut Etika bersiwak, Termasuk Jangan di Depan Umum

Avatar photo
25
×

Berikut Etika bersiwak, Termasuk Jangan di Depan Umum

Share this article

Bersiwak atau istiyak secara bahasa berasal dari bentuk mashdar Istaka, yakni
membersihkan mulut dan gigi
dengan menggunakan sikat gigi. Penggunaan kata siwak ini
menunjukkan makna pekerjaan membersihkan mulut dengan kayu ‘ud atau yang
disebut juga miswak.

Adapun secara
syara’, istiyak adalah menggunakan kayu ‘ud atau sejenisnya seperti kayu
usynan pada gigi dan sekitarnya. (
lihat Mughni Al-Muhtaj, karya Muhammad bin
al-Khathib asy-Syarbini:
1/182)

Namun bersiwak tidak lantas dilakukan seenaknya. Lembaga
Fatwa Mesir menerangkan bahwa d
alam bersiwak, seorang muslim sebaiknya memperhatikan etika-etika berikut
ini:

A. Dianjurkan (mustahab) untuk tidak bersiwak di hadapan orang banyak, karena hal itu menurunkan
wibawa.

Jadi seorang muslim seyogianya tidak melakukannya di dalam masjid dan tempat-tempat
perkumpulan. Hal ini berbeda dengan pendapat Ibnu Daqiq Al-‘Id.

Dalam kitab Mawahib
Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Khalil,
1/266, Al-Hatthab mengatakan bahwa Imam
Muslim
meriwayatkan
dari Aisyah RA, bahwa ia ditanya,
“Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika beliau hendak
memasuki rumah?”

Sayyidah Aisyah RA menjawab, “Dengan bersiwak.”

Al-Hatthab
melanjutkan: hal itu mengandung makna bahwa beliau sering dan berulang kali bersiwak
ketika hendak masuk ke dalam rumah, dan tidak terbatas hanya satu kali dalam
sehari semalam, namun berulang kali beliau melakukannya.

Dan Nabi melakukannya
secara khusus ketika hendak memasuki rumah, karena bersiwak termasuk perbuatan
yang tidak dilakukan oleh orang yang memiliki wibawa dan martabat tinggi di
hadapan orang banyak, dan tidak diwajibkan untuk melakukannya di dalam masjid
dan di tempat-tempat perkumpulan.

B. Dianjurkan
pula agar mencuci siwak setelah dipakai untuk menghilangkan apapun yang
tersangkut padanya.

Diriwayatkan oleh
Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya, dari Aisyah RA, ia mengatakan bahwa
Rasulullah SAW pernah bersiwak lalu memberikan siwak tersebut kepada
nya untuk dia cuci. Maka Aisyah mempergunakan terlebih dahulu untuk bersiwak baru kemudian dia
mencucinya lalu dia memberikan kembali kepada beliau.

C. Dianjurkan
pula untuk menjaga siwak
agar terhindar dari sesuatu yang dapat mengotorinya.

D. Apabila diketahui
dari kebiasaannya, jika ia bersiwak menjadikan mulutnya mengeluarkan darah,
maka ia harus bersiwak dengan lembut. Karena jika sampai berdarah maka hukum
yang berlaku baginya sesuai dua keadaan berikut:

Pertama, jika ia tidak menemukan air, sementara waktu shalat mau
habis, maka dalam keadaan ini ia haram bersiwak karena dikhawatirkan akan
menjadikan mulutnya najis.

Kedua, jika ia menemukan air dan waktu shalat masih longgar,
maka ia tidak disunnahkan untuk bersiwak, namun mubah karena apa yang ia
lakukan berpotensi mengandung unsur
masyaqqah (menyusahkan) dan haraj (memberatkan). Wallahu a’lam.

Sumber: klik di
sini
.

Kontributor

  • Arif Khoiruddin

    Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Tinggal di Pati. Pecinta kopi. Penggila Real Madrid.