Untuk memudahkan seorang Muslim dalam membaca Al-Quran, banyak
mushaf yang diterbitkan ditambah dengan ilustrasi keterangan warna atau gambar yang
menjelaskan cara membaca (tajwid), arti suatu ayat, dan lain sebagainya.
Tapi sebenarnya bagaimana hukum menerbitkan sebuah
Al-Quran dilengkapi dengan ilustrasi semacam itu?
Seperti dilansir dari Masrawy, Darul Ifta Mesir
menjelaskan bahwa syariat tidak melarang juga tidak membatasi penambahan
ilustrasi selama tidak mengubah ayat atau hukum tajwid yang ada.
Justru ditambahkannya ilustrasi bakal semakin mudah
memahamkan makna al-Quran kepada pembaca yang masih belia, para muallaf yang
baru belajar mengaji, kaum lansia yang matanya semakin senja atau umat Muslim dari
kebanyakan non-Arab.
Tetapi Darul Ifta juga menegaskan bahwa penambahan
ilustrasi dalam mushaf juga membutuhkan ijin terbit terlebih dahulu dari lembaga
agama resmi milik pemerintah. Lembaga agama tersebut akan meninjau ulang
keakuratan ilustrasi dalam tajwid atau makna suatu ayat, apakah sudah tepat
atau belum.
Pendapat Darul Ifta terkait Menjadikan Ayat
Al-Quran sebagai Dekorasi Rumah atau Masjid
Dalam rilisan fatwa sebelumnya, Darul Ifta telah
menegaskan bahwa tulisan atau hiasan dengna al-Qu’ran diperbolehkan dalam
syariat.
Sejarah Islam telah menggunakan teks-teks Al-Qu’ran atau hadits
sebagai pijakan tonggak dalam meraih puncak peradaban. Para ulama terdahulu
telah menjadikan nash sebagai referensi utama mereka dalam melahirkan magnum
opus mereka. Karya-karya mereka kemudian diterjemahkan ke berbagai macam bahasa
dan jadilah Islam mengenal masa kegemilangannya pada zaman Abbasiyah dulu.
Menjadikan ayat al-Quran sebagai dekorasi rumah atau masjid
juga menjadi bukti penghambaan seorang abdi kepada Tuhannya dan termasuk dalam
salah satu bentuk pengagungan Muslim terhadap kalamNya.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik ra yang diriwayatkan
dalam Shahihain,
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم اتخذ خاتمًا من فضة ونقش فيه: “محمد رسول
الله”، وقال: ” إِنِّي اتَّخَذْتُ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ وَنَقَشْتُ
فِيهِ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ؛ فَلا يَنْقُشَنَّ أَحَدٌ عَلَى نَقْشِهِ“
Darul Ifta menjelaskan bahwa kata نقش dalam hadits di atas,
secara bahasa diartikan sebagai: mewarnai sesuatu dan menghiasinya. Hadits di
atas menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah mengukir ‘Muhammad Rasulullah’ di
cincinnya. Sahabat Utsman bin Affan ra juga juga mengukirkan ayat al-Quran di
gerbang-gerbang Masjidul Haram kala itu.
Jadi, hukum menghiasi rumah atau masjid
dengan ayat-ayat al-Quran atau hadits diperbolehkan dalam syariat.
Hanya saja Darul ifta menambahkan
dalam penjelasan fatwanya, saat menjadikan ayat al-Quran atau hadits sebagai
dekorasi baik di dalam rumah, masjid, atau tempat-tempat suci lainnya, wajib
untuk menjaga dan memperhatikan kebersihan wadah penulisan dan sarana untuk
menulis. Wajib juga untuk mempertahankan ayat atau matan hadits sesuai aslinya,
tidak boleh diubah bahkan satu harakat pun.
Unsur lain yang wajib dijaga dalam
kepenulisannya adalah dengan memperhatikan seni dan estetika dalam kepenulisan.
Tidak boleh menuliskan ayat-ayat al-Quran atau hadits secara sembrono atau
kasar dan harus memperhatikan keindahan dalam kepenulisannya, karena ayat atau
hadits yang ditulis dengan baik dan indah termasuk salah satu bentuk wujud
kesyukuran dan pengagungan terhadap kalam dan seluruh ciptaanNya. Wallahu a’lam
bis shawab.