Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Rahasia Shahih al-Bukhari dimulai dan diakhiri dengan hadits gharib

Avatar photo
33
×

Rahasia Shahih al-Bukhari dimulai dan diakhiri dengan hadits gharib

Share this article

Salah satu guru saya, Syekh Abdul Karim Basyarahil mewarisi kebiasaan gurunya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Al-Saqqaf di setiap bulan Ramadhan akan membaca Mukhtasar Shahih al-Bukhari atau yang dikenal dengan nama al-Tajrid al-Sharih karya salah seorang ulama Zabid, Yaman, bernama Syekh al-Muhaddits Ahmad al-Zabidi al-Hanafi (w. 893 H).

Kitab ini merupakan upaya Syekh al-Zabidi dalam meringkas Shahih al-Bukhari dengan menghapus sanadnya agar bisa cepat dibaca, kemudian tidak menyebutkan hadits yang terulang.

Di Shahih al-Bukhari banyak hadits yang disebutkan lebih dari satu kali karena tujuan tertentu. Nah, al-Zabidi di bukunya ini hanya menyebutkan setiap hadits cukup satu kali. Karena tujuan beliau, agar orang yang membaca bukunya ini bisa membaca seluruh hadits al-Bukhari tanpa terkecuali dengan waktu yang lebih singkat.

Ulama yang meringkas Shahih al-Bukhari

Sebetulnya masih banyak ulama yang meringkas Shahih al-Bukhari. Di antara ulama yang juga ikut meringkas Shahih al-Bukhari ada al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Abi Jamroh yang dijuluki sebagai Sulthan al-Masyriq wa al-Maghrib oleh Rasulullah dalam mimpi seorang wali.

Konon ceritanya, Sidi Ibnu Athaillah dimakamkan di dekat maqam beliau karena mengharap berkah kepada sang imam. Bahkan Syekh al-Azhar Abdullah Al-Syarqawi menulis syarah atas kitab al-Zabidi yang dinamakan dengan Fath al-Mubdi fi Syarah Mukhtasar al-Zabidi. Kitab ini di kemudian hari dijadikan salah satu pelajaran wajib di Ma’had al-Azhar atau setara dengan SMA di Indonesia.

Karya Ibn Abi Jamrah ini berjudul Jam’u al-Nihayah fi bad’i al-Khair wa al-Ghayah yang kemudian beliau tulis kitab syarah atas mukhtasar itu dengan judul Bahjah al-Nufus setebal 2 jilid.

Syarah ini ditulis dengan nuansa sufi yang sangat kental. Banyak isyarat-isyarat yang mungkin tidak kita bisa dapati kecuali di buku beliau itu. Di awalnya saja, saat menuliskan penjelasan hadits yang menerangkan awal mula turun wahyu, beliau menuliskan 70 poin penting yang bisa diambil dari hadits tersebut.

Tapi, bisa jadi karena karya al-Zabidi ini lebih luas manfaatnya, karena membuat pelajar bisa membaca semua hadits Shahih al-Bukhari dalam waktu singkat, dan ditambah banyak ulama yang mencari keberkahan dengan mengkhatamkan al-Bukhari, sehingga karya beliau lebih sering dipakai untuk dibaca ataupun menjadi bahan ajaran.

Hadits gharib sebagai pembuka dan penutup Shahih al-Bukhari

Manuskrip Shahih al-Bukhari

Di antara ulama yang memiliki kebiasaan mengajar kitab Mukhtasar Shahih al-Bukhari ini al-Habib al-Allamah Abdurrahman bin ‘Ubaidillah al-Saqqaf (w. 1375 H) seorang ahli hadits, fiqih, ilmu sosial dan sastra Arab. Dari kebiasaan beliau ini, lahir sebuah karya yang mengumpulkan banyak faidah penting seputar hadits yang berjudul: Balabil al-Taghrid fi ma istafadna-hu Ayyama al-Tajrid.

Ada 32 faidah dengan berbagai cabang pembahasan yang beliau tuliskan di sana. Salah satu faidah yang saya baca di kitab tersebut, adalah rahasia Imam al-Bukhari yang meletakkan hadits pertama dan hadits terakhir di Shahih al-Bukhari dengan hadits gharib.

Faidah ini sengaja saya pilih, karena guru kami, Syekh Muhammad Salim Abu Ashi sering kali menyentil pelajar yang begitu gemar menghadiri majelis riwayat tanpa pernah mementingkan majelis dirayah.

“Lihat, banyak thalib yang koar-koar sudah khatam Syamail, khatam al-Bukhari, punya sanad kutub sittah, tapi kalau ditanya kenapa hadits awal dan akhir di Shahih al-Bukhari diisi dengan hadits gharib justru diam tak menjawab.” ujar Syekh salim di beberapa majelis.

Apa itu hadits gharib?

Jika menilai hadits dari prespektif banyaknya jalur sanad, para ulama hadits di antaranya al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani akan membaginya menjadi dua macam:

Jika jalur sanadnya tiap thabaqah diriwayatkan oleh jumlah yang sangat banyak, hingga sampai pada titik jumlah tersebut tidak mungkin sepakat untuk berbohong, maka ini oleh ulama dinamakan dengan mutawatir.

Jika syarat menjadi mutawatir ada yang tidak lengkap, misalnya pada salah satu thabaqahnya tidak mencapai jumlah yang banyak, maka hadits tersebut dinamakan dengan hadits Ahad.

Hadits Ahad kemudian dibagi menjadi tiga, ada hadits masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan 3 orang atau lebih pada tiap thabaqah. Jika ada pada salah satu thabaqahnya hanya terdiri dari dua periwayat, namanya hadits aziz. Jika pada salah satu thabaqahnya hanya ada satu orang yang meriwayatkan, maka namanya hadits gharib.

Dalam hadits pertama pada Shahih al-Bukhari kita akan menemukan hadits niat, dan hadits terakhir adalah hadits tasbih. dan keduanya adalah hadits gharib.

Hadits niat ini tidak ada yang meriwayatkan dari Nabi melainkan hanya Umar bin Khattab. Kemudian pada thabaqah berikutnya, hanya Alqamah yang meriwayatkan dari Umar. Pada thabaqah berikutnya, hanya Muhammad bin Ibrahim yang meriwayatkan dari Alqamah. Selanjutnya, hanya Yahya bin Sa’id yang meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Meskipun ada pendapat yang mengatakan bahwa ada banyak sahabat yang mendengar hadits ini selain Alqamah, karena dulu hadits ini dibacakan di atas mimbar oleh Umar, namun nyatanya yang ada hanya riwayat Alqamah.

Begitu juga kasus yang terjadi pada hadits tasbih yang hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah, darinya hanya Abu Zur’ah, darinya hanya Ibnu Al-Qa’qa’ hingga akhir sanad yang disebutkan.

Rahasianya adalah–sebagaimana yang disebut oleh beberapa guru-guru Habib Abdurrahman bin Ubaidillah al-Saqqaf–bahwa Imam Al-Bukhari dengan isyarat yang begitu halus ingin mengarahkan pembaca kepada sebuah hadits yang berisi:

بدأ الإسلام غريباً وسيعود غريباً كما بدأ فطوبى للغرباء

“Agama ini dimulai dengan keadaan asing, dan diakhiri dengan keadaan asing, maka sungguh beruntung orang-orang asing tersebut.”

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut, sebetulnya sangat dikagumi oleh al-Bukhari. Tapi apa daya, hadits tersebut tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh al-Bukhari agar bisa masuk ke dalam rentetan hadits-hadits shahih yang lain, sehingga beliau hanya bisa memberikan isyarat ke sana dengan menyebutkan hadits gharib di awal dan di akhir kitab shahihnya sebagai isyarat akan kandungan makna dari hadits tersebut.

Bahwa agama ini akan berakhir dengan keadaan asing, begitu juga Shahih al-Bukhari yang menjadi bagian penting dari agama ini akan menjadi asing di akhir zaman, dan orang akan lebih senang dengan hadits-hadits palsu.

Apakah hadits gharib itu dhaif?

Tidak juga. Dia bisa dihukumi shahih, sebagaimana hadits niat dan hadits tasbih yang ada dalam Shahih al-Bukhari. Bisa juga dihukumi hasan sebagaimana yang banyak terjadi di Sunan al-Tirmidzi. Bisa jadi dihukumi dhaif dan ini yang sering terjadi. Oleh karenanya ada ungkapan yang terkenal dari Imam Malik: Syarr-ul ilmi al-Gharib.

Sayyid Muhammad bin Ali al-Jufri pernah bercerita, dulu banyak ulama sangat senang mencari sanad hadits yang gharib, ibarat barang langka yang begitu mewah. Semisal al-Imam Abdul Razaq al-Shan’ani yang kemudian menyesal setelah banyak mencari hadits gharib, berucap, “Dulu aku kira hadits gharib itu bagus, ternyata ia menyimpan bahaya.”

Bahaya yang dimaksud adalah kemungkinan salah dari orang yang meriwayatkan lumayan besar karena tidak ada riwayat lain yang mendukung. Dari sinilah terlihat betapa telitinya Imam al-Bukhari dalam meletakan tiap hadits pada kitabnya, sekalipun yang ditulis adalah hadits gharib, tapi ia tetap berada pada tingkatan shahih yang tinggi.

***

Keterangan foto sampul: Khataman Mukhtasar Shahih-Bukhari yang dikenal dengan nama al-Tajrid al-Sharih karya al-Muhaddits Ahmad al-Zabidi (w. 893 H) dengan sanad guru kami Syekh Abdul Karim Basyarahil melalui jalur Habib Muhammad bin Ahmad al-Syatiri (1422 H) dan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Al-Saqqaf (1431 H)

Jum’at 29 April 2022.
Sahah Yamaniyyah, Kairo.

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.