Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Saat Pembesar Quraisy Diam-diam Menguping Al-Quran

Avatar photo
482
×

Saat Pembesar Quraisy Diam-diam Menguping Al-Quran

Share this article
Hati Abu Jahal melunak kepada Rasulullah Saw setelah mendengar al-Quran dari lisannya.
Hati Abu Jahal melunak kepada Rasulullah Saw setelah mendengar al-Quran dari lisannya.

Pembesar kafir Quraisy selalu menguping dan mencuri dengar bacaan al-Quran Baginda Nabi Muhamad Saw secara diam-diam.

Para pembesar Quraisy sangat menyadari bahwa al-Quran memiliki pengaruh yang kuat bagi mereka yang mendengarkannya. Mereka melihat hal itu dengan jelas karena Bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Quran merupakan spesialisasi ilmu yang mereka kuasai dan junjung tinggi. Menurut mereka, karya sastra adalah sakral, dan siapa pun yang menguasainya bisa menundukkan mereka secara budaya dan keilmuan.

Tetapi al-Quran adalah hujjah balighah, tidak ada kalam satu pun di dunia ini yang mampu mengalahkan pamor dan keagungannya, bahkan hati Abu Jahal melunak kepada Rasulullah Saw setelah mendengar al-Quran dari lisannya. Ia menyadari betul kebenaran al-Quran, meskipun permusuhan masih terus ia lancarkan kepada Rasulullah Saw seiring semakin viralnya al-Quran itu sendiri di tengah masyarakat Jahiliah waktu itu.

Karena wujud al-Quran begitu indah, para pembesar kafir Quraisy pun melakukan kesepakatan makar, bahwa: “Mari kita melakukan intrik bersama. Asalkan tidak ada yang mendengarkan firman Allah Swt, al-Quran, maka masyarakat kita tidak akan terpengaruh oleh panggilan dakwah Muhamad, dan Islam tidak akan mudah menyebar!”

Apakah taktik mereka ini sukses? Jawab: Gagal total!

Bukti kegagalannya adalah, orang-orang biasa dan banyak dari pembesar mereka sendiri sama-sama suka menguping saat-saat singkat di mana Rasulullah Saw melantunkan al-Quran. Tentunya sangat aneh, mereka yang mengambil keputusan itu, tapi mereka sendirilah yang melanggarnya. Mereka melarangnya di depan umum, tapi mereka justru melakukannya secara rahasia. Hal ini menegaskan bahwa Allah Swt dengan qudrah-Nya bisa menghancurkan taktik dan tipu muslihat mereka yang ingin mencegah penyebaran agama Islam yang rahmatan lil alamin dengan sesuatu yang sangat remeh sekalipun, hanya dengan memperdengarkan al-Quran!

Dikisahkan bahwa di antara tokoh Quraisy terkemuka waktu itu, seperti Abu Jahal, Abu Sufyan dan al-Akhnas, mereka berangkat secara sembunyi-sembunyi, mereka berangkat secara terpisah, tanpa sepengetahuan satu sama lainnya untuk menuju ke rumah Rasulullah saw.

Masing-masing dari mereka mengambil tempat khusus di dekat kediaman Rasulullah Saw sekiranya tidak ada orang lain yang melihatnya. Mereka hendak menguping. Tapi, tiba-tiba mereka malah bertemu dan saling menatap satu sama lain, saling beradu keheranan.

Rupa-rupanya mereka bertiga suka mendengarkan bacaan al-Quran yang dilantunkan oleh Rasulullah Saw sampai fajar menyingsing. Kemudian setelah mendengarkannya mereka semua bubar secara diam-diam. Dalam perjalanan pulang itu, terjadi pertemuan di antara mereka yang mana mereka menyalahkan satu sama lainnya dan saling meminta untuk tidak kembali lagi ke kediaman Rasulullah Saw.

Tetapi pada kenyataannya usaha kuping menguping al-Quran ini terulang pada malam kedua dan ketiga. Mereka bertiga melakukan hal yang sama dan mengatakan hal yang sama pula saat bubaran, kecuali bahwa pada malam ketiga mereka berkata, “Kami tidak akan pergi sampai kami benar-benar berjanji untuk tidak lagi kembali ke rumah itu.”

Mereka mengetahui dengan baik nilai al-Quran yang mulia, paham dengan sejauh mana kebenaran dan kekuatannya, tetapi mereka tetap tidak mau mengimaninya karena sombong akibat jiwa yang sudah gelap dan hati yang keras.

Begitulah, al-Quran memang tidak seperti kalam pada umumnya, fenomena ketika kalam itu diturunkan, wujudnya dalam bentuk fisik dan nilai-nilai luhur yang dikandungnya samasekali tidak mirip dengan syair-syair “transendental” yang cukup familiar dalam tradisi kesusastraan Arab Jahiliah kala itu.

Ya, dalam kesusastraan Arab Jahiliah memang ada beberapa penyairnya yang menggubah puisinya dari para jin, dari alam transendental, seperti al-Walid bin al-Mughirah.

Karena kepakarannya yang hebat dan langka, al-Mughirah kemudian didapuk oleh kaumnya untuk mendatangi Nabi dengan niat menguji. Setelah ia menguji al-Quran, tak disangka ia malah kembali kepada kaumnya dengan keyakinan yang mencengangkan: “Demi Allah! Tidak ada seorang pun di antara kamu yang lebih mengetahui daripada aku tentang syair, rajaz, kasidah dan syair-syair jin. Demi Allah! Sedikit pun tidak serupa apa yang diucapkannya (al-Quran) itu dengan syair, rajaz, dan kasidah. Sesungguhnya ia dapat menghancurkan apa yang di bawahnya. Sesungguhnya ia amat tinggi dan tidak dapat dikalahkan.”

Abu Jahal yang mendengar laporannya langsung sontak kaget, “Demi Allah, kaummu tidak akan puas sebelum kamu sendiri menjelaskannya kepada mereka.”

Al-Mughirah sebetulnya sudah meyakini bahwa al-Quran adalah Kalamullah, tetapi entah karena alasan dengki atau apa, setelah cukup lama berpikir ia malah mengingkari keyakinannya sendiri, “Tidaklah al-Quran ini melainkan sihir yang dipelajari oleh Muhamad dari orang lain,” begitu akhir dari perkataannya.

Sungguh aneh, mereka takjub dengan kebenaran al-Quran, tapi mereka tidak mau mengimani risalahnya. Alasannya tak lain yaitu karena kesombongan diri mereka sendiri.

Kontributor

  • Bumi Sepuh Hafidzahullah

    Nama aslinya Syamsudin Asyrofi, aktifis Lakpesdam NU, mahasiswa S2 di Universitas Al-Azhar Mesir jurusan Tafsir dan Ulumul Quran dengan konsentrasi tesis bertemakan tafsir sufistik dalam bingkai sosial.