Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Siapakah Penyair yang Menggubah Puisi Tob Tobi Tob?

Avatar photo
53
×

Siapakah Penyair yang Menggubah Puisi Tob Tobi Tob?

Share this article
Puisi Shaut Shafir al-Bulbuli bukanlah karya sastrawan sekaligus kritikus sastra ternama, al-Ashma’i.
Puisi Shaut Shafir al-Bulbuli bukanlah karya sastrawan sekaligus kritikus sastra ternama, al-Ashma’i.

Dalam tulisan sebelumnya, berjudul Puisi Shaut Shafir al-Bulbuli Bukan Karya al-Ashma’i: Kritik untuk Ust. Adi Hidayat, saya telah menguraikan secara detail tinjauan historis terkait keabsahan puisi Shaut Shafir al-Bulbuli atau yang belakangan ini lebih populer di media sosial melalui lagu Tob Tobi Tob. Dengan menelusuri sumber-sumber awal serta melakukan telaah dan analisis kritis, dapat disimpulkan bahwa puisi tersebut bukanlah karya sastrawan sekaligus kritikus sastra ternama, al-Ashma’i.

Lalu siapa yang menggubah puisi “aneh” tersebut? Tak ada sumber yang secara gamblang menyebutkan siapa sosok penyair yang menggubah puisi tersebut. Namun, dalam kitab Syu’ara’ ‘Abbasiyyun Mansiyyun karya Ibrahim al-Najjar disebutkan bahwa puisi tersebut punya kemiripan dengan gaya puisi yang digubah oleh seorang penyair bodoh bernama Abu al-‘Ijl.

Abu al-‘Ijl adalah seorang yang mahir dalam sastra, bijaksana, cerdas, berbakat sebagai penyair, dan memiliki kepribadian yang unik. Ia juga ahli dalam ilmu nahwu (tata bahasa Arab) dan kata-kata gharib (asing), serta sangat menguasai ayyam al-‘arab (peristiwa penting dan peperangan Arab klasik). Selain itu, ia memiliki sedikit pengetahuan tentang filsafat. Meskipun demikian, hidupnya diliputi kesulitan ekonomi. Menyadari kondisi tersebut, ia berpura-pura menjadi orang bodoh dan bertingkah laku aneh. Tidak sampai setahun, berkat perilakunya itu, ia berhasil mengumpulkan banyak harta.

Ketika Khalifah al-Mutawakil Billah, penguasa ke-10 Daulah Abbasiyah tiba kembali ke Damaskus, Abu al-‘Ijl menyambutnya dengan menunggangi sebatang kayu, kaki kanannya memakai sepatu dan kaki kirinya memakai sandal. Di depannya berjalan seorang pelayan membawa kain penutup kepala, sementara ia sendiri mengenakan jubah panjang dan kepalanya mengenakan topi yang terbuat dari kain kasar. Khalifah al-Mutawakil memandangnya lalu tersenyum dan berkata, “Celakalah kamu, rupanya kamu menjadi gila setelah kepergianku?”

Kemudian Abu al-‘Ijl menggubah syair.

شه شه على العقللِ * ما هو من شكللي

صاحبه مفلولس * قليل ذي الحيلل

قد استرحت في ال * لوام والعذلل

لما أبالي ما الذي * قلت وما قيل لي

وحمقي قد صير ذا الع * الم خولا للي

آمل أن يحملني * حمقي على بغلل

من عند ذا الس * يد والمنعم المفضلل

أمير دين المؤمن * ين المتوكل لِلِي

Mendengar gubahan aneh nan menggelitik itu, Khalifah al-Mutawakil tertawa terbahak-bahak. Ia kemudian memerintahkan agar Abu al-‘Ijl diberi hadiah berupa jubah kehormatan dan ditambah sepuluh ribu dirham. Pada cincin Abu al’Ijl, Khalifah al-Mutawakkil mengukir sebuah tulisan: “Kamu menjadi bodoh, lalu kamu menjadi mulia.”  (al-Najjar 1977:334–37).

Ibrahin al-Najjar menyebutkan bahwa al-Nuwaji meriwayatkan dalam Halbah al-Kumait kisah Khalifah Abu Ja’far al-Manshur dan al-Ashma’i dan memasukkannya ke dalam bab “Puisi-puisi Para Teman Minum yang Indah dan Pemikiran Mereka yang Menggugah.” Menurut al-Najjar, kisah yang dikemukakan oleh al-Nuwaji tersebut tanpa diragukan lagi, adalah kisah palsu. Kisah tersebut mengikuti pola yang ada dalam kitab-kitab sastra mutakhir tentang anekdot dan humor yang penuh riwayat tak berdasar.

Para pembaca akan dengan mudah menemukan kesamaan dalam struktur, gaya dan penggunaan rima lamiyah (puisi berakhiran huruf lam) yang terdapat dalam kisah yang diriwayatkan oleh al-Nuwaji tersebut dengan lamiyah yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mu’taz dalam Mukhtashar Thabaqat al-Syu’ara’. Seolah-olah kedua puisi itu saudara kembar, dan kemungkinan besar puisi Shaut Shafir al-Bulbuli yang dinisbatkan kepada al-Ashma’i dibuat mengikuti pola puisi Abu al-‘Ijl di atas. Gaya puisi semacam ini memang kerap kali dilakukan oleh sekelompok penyair berlagak bodoh dan konyol, demi meraih simpati penguasa pada masa Abbasiyah awal.

Dengan demikian, puisi Shaut Shafir al-Bulbuli kemungkinan memang digubah oleh Abu al-‘Ijl yang sezaman dengan Khalifah ke-10 Daulah Abbasiyah, al-Mutawakkil Billah. Meskipun ini juga masih bersifat dugaan, namun kemiripan keduanya sangat jelas dan begitu mencolok pada setiap bagiannya. Wallahu’alm..

Daftar Bacaan

al-Najjar, Ibrahim. 1977. Syu’ara’ ’Abbasiyyun Mansiyyun. Vol. III. Beirut: Dar al-Gharb al-Islami.

Kontributor

  • Musyfiqur Rahman

    Penerjemah, peminat khazanah kebudayaan dan sastra Arab klasik, dan penulis buku Ulama Nahwu Garis Lucu. Twitter/IG: @syahdaka.