Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Kenikmatan Menjadi Umat Rasulullah

Avatar photo
63
×

Kenikmatan Menjadi Umat Rasulullah

Share this article

Menjadi
umat Nabi Muhammad shallallu
‘alai wasallama
merupakan suatu nikmat, kebanggaan dan keberuntungan bagi
kita. Sesuatu yang wajib kita syukuri.

Kenimatan menjadi umat Rasulullah diidam-idamkan
oleh khalayak umat—bahkan oleh para nabi utusan-utusan Allah swt. yang lain.

Seorang
Nabi yang Allah swt. muliakan dengan kemampuan berdialog dengan-Nya, Nabi Musa,
juga mengidamkan nikmat untuk menjadi pengikut
Nabi Muhammad saw.

Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Baihaqi dan Abu Nua’im, disebutkan:

Setelah
Allah swt. menyebutkan keutamaan umat Nabi Muhammad di hadapan Nabi Musa, Nabi
bergelar Kalimullah itu kemudian memohon.

Dia
berkata, “Wahai Tuhanku, jadikanlah aku sebagai nabi dari umat tersebut.”

Allah
menjawab, “Sungguh telah aku utus nabi dari umat tersebut bersamanya.”

Nabi
Musa berkata, “Kalau begitu, jadikan aku sebagai umat Nabi tersebut.”

Allah
swt. menjawab, “Tidak bisa karena engkau hidup sebelum zamannya sedang ia
datang setelahmu.”

Mahatahu
Allah swt. atas perasaan Nabi Musa. Tidak ingin memupuskan harapannya, Dia berkata,
“Sungguh aku akan menemukan engkau, wahai Musa, bersama dengannya
(Rasulullah saw.) kelak di surga-Ku.”
(Dalail An-Nubuwah, karya:
Al-Imam Baihaqi)

Tak
hanya itu, Abul Al-Basyar, Bapak dari seluruh manusia, Nabi Adam as. pun
mengharap untuk menjadi umat Rasulullah saw. 

Dia
menyebutkan empat perbedaan yang Allah swt. berikan kepada umat Rasulullah saw.
yang tak Dia  berikan kepadanya, dalam
harapnya:

Nabi
Adam dalam harapnya mengatakan sebagai berikut:

Sungguh
Allah swt. telah memberi umat Rasulullah saw. empat perkara, yang tak Dia
berikan padaku:

Pertama:
Allah swt. hanya bersedia menerima tobatku ketika aku bertobat di Mekkah.
Sedang tobat umat Rasulullah saw. diterima oleh Allah swt. di tempat manapun mereka
bertobat.

Kedua:
Sebelum memakan buah khuldi, aku berpakaian lalu Allah swt. menjadikan aku
telanjang setelah memakannya. Sedangkan umat Rasulullah saw. berbuat maksiat secara
telanjang, tetapi Allah swt. menutupi mereka dengan pakaian ampunan-Nya.

Ketiga:
Ketika aku melakukan kesalahan, Allah swt. langsung memisahkan aku dari istriku,
sementara umat Rasulullah saw. (ketika melakukan kesalahan) tak dipisahkan dari
pasangannya.

Keempat:
Ketika aku melakukan kesalahan di surga, Allah swt. langsung mengusirku dan mengeluarkan
aku dari sana, sedangkan umat Rasulullah saw. berbuat maksiat di luar surga, tetapi
nantinya akan Dia masukkan ke dalam surga jika mereka bertobat. (Tanbih
al-Ghafilin,
karya Imam al-Faqih Abu al-Laits as-Samarqandi)

Sebuah
karunia yang sangatlah besar bagi kita selaku umat Rasulullah saw. yang Allah
swt. karuniakan kepada kita, tanpa harus memintanya.

Menjadi
umat Rasulullah saw. sesungguhnya merupakan karunia yang didambakan seluruh umat
manusia sebelum kita. Bahkan Nabi-nabi sebelum beliau sampai meminta hal
tersebut. Namun Allah swt. tak memberikan kepada mereka. Dia justru memberikan kemuliaan
ini kepada kita, tanpa perlu kata meminta dan memohon kepada-Nya.

Selayaknya
seorang mukmin berbangga menjadi umat Nabi Muhammad saw. seraya memperbanyak
shalawat kepada
Rasulullah saw. sebagai bukti cinta kepada beliau. Allahumma shalli ‘ala sayidina
wa habibina Muhammad wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in.
Wallahu a’lam bis
shawab.

Kontributor

  • Muhammad Fahmi Salim

    Alumni S1 Univ. Imam Syafii, kota Mukalla, Hadramaut, Yaman. Sekarang aktif mengajar di Pesantren Nurul Ulum dan Pesantren Al-Quran As-Sa'idiyah di Malang, Jawa Timur. Penulis bisa dihubungi melalui IG: @muhammadfahmi_salim