Artikel

Nabi yang Bijaksana, Nabi yang Pemaaf

05 Nov 2020 01:44 WIB
1534
.
Nabi yang Bijaksana, Nabi yang Pemaaf

Pemuka Yahudi Madinah, Abdullah bin Ubay bin Salul, mengajak sepertiga pasukan muslim ketika Muhammad hendak pergi menuju peperangan Uhud untuk tetap tinggal di Madinah dan tidak ikut berperang bersama Nabi.

Mereka disebut orang-orang munafik, yang mengaku beriman tapi menyembunyikan kebohongan di dalam hati mereka. Bahkan ayat-ayat Al-Quran menggambarkan mereka: "Mereka beriman, kemudian kufur, kemudian beriman, kemudian kufur, kemudian bertambah kufur".

Anaknya Abdullah yang muslim menawarkan kepada Rasulullah agar dia membunuh bapaknya sendiri karena kemunafikannya. Tapi Nabi Muhammad malah menjawab, "Tidak usah, justru kita harus bergaul secara baik dengannya."

Sebanyak duabelas orang muslim, di antaranya Harits bin Suweid al-Anshari, pada masa Nabi, murtad dari agama Islam. Mereka pegi ke Makkah meninggalkan Madinah. Tapi Rasulullah membiarkan mereka dan tidak memerintahkan para sahabat untuk membunuh mereka.

Baca juga: Begini Nasib Para Penghina Nabi Muhammad SAW

Setelah masuk Islam dan hijrah ke Habasyah, Ubaidillah bin Jahs murtad dan memeluk agama Nasrani. Tapi Nabi membiarkannya dan tidak meminta Raja Negus untuk mengembalikan Ubaidillah ke Madinah untuk dibunuh. Nabi juga tidak mengirimkan satu sahabat pun untuk menghukumnya.

Ada dua pemuda memilih untuk memeluk agama Kristen. Ayahnya yang muslim mengadukan hal itu kepada Nabi, ia berkata, "Wahai utusan Allah, doakanlah kedua anakku supaya mereka masuk neraka." Nabi tidak berkata:,"Ya sudah, bunuh saja kedua anakmu," atau "Biarkan aku yang membunuh mereka berdua," tetapi malah turun ayat Al-Quran yang berbunyi, "Tidak ada paksaan dalam beragama."

Nabi Muhammad menulis untuk orang-orang Nasrani Najran. "Untuk orang-orang Najran, perlindungan Allah dan Muhammad ada untuk harta mereka, jiwa mereka, tanah mereka dan agama mereka, juga apa pun yang menjadi milik mereka baik sedikit ataupun banyak. Seorang uskup atau pendeta tetaplah menjadi uskup dan pendeta. Ia tidak diwajibkan membayar diyat, tidak diqisas berdasarkan cara jahiliyah, tidak ditawan, dan tidak pula dikirim tentara untuk menduduki tanah mereka."

Abu Hurairah pernah meminta Nabi untuk mendoakan keburukan atas kabilah Daus. Beliau malah berdoa, "Semoga Allah memberi petunjuk kepada kabilah Daus."

Tahun ke-8 Hijri, saat peristiwa Fathu Makkah, Nabi mempercayakan bendera Anshar kepada Sa'd bin Ubadah. Ada berita yang mengatakan bahwa Sa'd bin Ubadah berkata kepada Abu Sufyan, "Wahai Abu Sufyan, hari ini adalah hari pembalasan. Hari ini adalah hari di mana Ka'bah menjadi halal, hari ini adalah hari di mana Allah akan menghinakan kaum Quraisy."

Paman nabi, Abbas bin Abdul Mutthalib ketika mendengar hal itu langsung bertemu Rasulullah dan menceitakan hal tersebut. Nabi berkata, "Wahai Abu Sufyan, hari ini adalah hari kasih sayang, hari di mana Allah akan memuliakan orang Quraisy." Setelah itu, bendera Anshar pun langsung Nabi berikan kepada Ali bin Abu Thalib untuk menenangkan mereka.

Baca juga: Nasehat Syekh Ali Jum’ah Saat Nabi Muhammad SAW Dihina

Nabi berkata dalam Piagam Madinah, "Sesungguhnya Yahudi Bani Auf adalah bagian dari umat kaum beriman. Kaum Yahudi tetap beragama Yahudi, dan kaum muslim tetap memegang agama mereka."

Seorang bernama Tsumamah bin Atsal melakukan upaya untuk membunuh Muhammad tapi gagal. Ia tertangkap para sahabat dan ditahan di masjid. Nabi menawarkan Tsumamah masuk Islam tapi ia menolaknya.

Ketika mendengar jawaban Tsamamah, Nabi berkata kepada para sahabat, "Kumpulkan makanan yang kalian punya dan kirimkan kepada Tsamamah." Tsumamah bahkan diberi air susu dari unta pribadi Rasul pada pagi dan sore hari, tapi ia tetap menolak masuk Islam. Rasul akhirnya membebaskan Tsamamah dan tetap menghormatinya.

Diperlakukan seperti itu, Tsumamah pergi ke sebuah taman dekat masjid dan mandi, kemudian ia kembali masuk ke dalam masjid dan berkata di hadapan Rasul, "Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Demi Allah wahai Muhammad, dulu tidak ada wajah yang paling aku benci daripada wajahmu, tetapi, sekarang wajahmu adalah wajah yang paling aku cintai. Dulu, tidak ada agama yang paling aku benci selain agamamu, sekarang, agamamu adalah agama yang paling aku cintai."

Ade Gumilar
Ade Gumilar / 12 Artikel

Alumni Mahasiswa Al-Azhar Mesir. Melanjutkan S2 di Universitas Indonesia konsentrasi Kajian Timur Tengah. Sekarang menjadi dosen sejarah peradaban Islam IAIN Syekh Gunung Djati Cirebon

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: