Ibadah
Pertanyaan-pertanyaan seputar zakat fitrah, mulai dari waktu hingga distribusi
Tak bisa dipungkiri, bahwa dalam kenyataannya, sangat sulit sekali untuk menyamaratakan Pembagian zakat kepada seluruh mustahiqqin. Lalu bagaimana solusi yang tepat?
Imam Syafi’i memang berpendapat bahwa, zakat fitrah itu harus (wajib) didistribusikan secara merata kepada seluruh delapan golongan yang ada. Tidak boleh ada satu pun dari delapan golongan yang tidak mendapat jatah zakat.
Kenapa demikian? Karena mengingat tingkat kesulitan penyamarataan distribusi ini, sebagian Syafi’iyah sebagaimana dijelaskan dalam beberapa kitab Syafi’iyyah memperbolehkan pembagian zakat fitrah kepada sebagian mustahiq.
Mereka mengatakan bahwa andai saja Imam Syafi’i masih hidup dan menyaksikan kesulitan ini, niscaya beliau akan memfatwakan kebolehan memberikan zakat kepada sebagian mustahiq. Dalam kitab Tuhfatu al-Muhtaj dinyatakan:
قَالَ الْإِصْطَخْرِيُّ وَقِيلَ يَجُوزُ صَرْفَهَا لِوَاحِدٍ وَهُوَ مَذْهَبُ الْأَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ وَابْنِ الْمُنْذِرِ ثَانِيهِمَا لَوْ دَفَعَ فِطْرَتَهُ إِلَى فَقِيرٍ مِمَّنْ تَلْزَمُهُ الْفِطْرَةُ فَدَفَعَهُ الْفَقِيرُ إِلَيْهِ عَنْ فِطْرَتِهِ حَازَ لِلدافِعِ الْأَوَّلِ أَخْذُهَا إِنْ وُجِدَ فِيهِ مُسَوِّغ . (تحفة المحتاج في شرح المنهاج – ج ١٢/ ص ٤٤٦)
Artinya: “Al-Isthakhry berkata, “Ada seorang ulama menyatakan tentang kebolehan mendistribusikan zakat pada satu orang. Ini adalah mazhab Imam yang tiga dan Ibnu Mundzir. Yang kedua (dari keduanya), apabila seseorang menyerahkan zakat fitrah pada orang fakir yang zakat fitrahnya menjadi tanggungan orang yang menyerahkan. Lalu, orang fakir tersebut menyerahkan kembali kepadanya sebagai zakat fitrahnya (fakir), maka orang yang pertama kali menyerahkan boleh mengambil zakat fitrahnya fakir jika dijumpai hal-hal yang memperbolehkannya.”
Demikian juga dalam kitab Raudhatu al-Thalibin dinyatakan:
التَّسْوِيَّةُ بَيْنَ الْأَصْنَافِ وَاجبَةٌ وَإِنْ كَانَتْ حَاجَةً بَعْضِهِمْ أَشَدُّ إِلَّا أَنَّ الْعَامِلَ لَا يُرَادُ عَلَى أجرَةِ عَمَلِهِ كَمَا سَبَقَ. وَأَمَّا التَّسْوِيَّةُ بَيْنَ أَحَادِ الصِّنْفِ سَوَاءٌ اسْتَوْعَبُوا أَوِ اقْتَصَرَ عَلَى بَعْضِهِمْ فَلَا يَجِبُ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ عِنْدَ تَسَاوِي الْحَاجَاتِ. روضة الطالبين وعمدة المفتين – (ج ١ / ص ٢٦٢)
Artinya: “Pemerataan (dalam pendistribusian zakat) di antara golongan (penerima zakat) adalah wajib, walaupun kebutuhan sebagian mereka ada yang lebih besar. Kecuali amil (pengelola zakat) tidak mendapatkan tambahan atas upah pekerjaannya, sebagaimana keterangan yang telah lalu. Sementara pemerataan antar individu golongan baik mereka menghabiskan semuanya atau hanya cukup pada sebagian- bukanlah suatu kewajiban, melainkan sunnah tatkala sama-sama membutuhkan.”
Bolehkah menggunakan uang untuk zakat fitrah?
Bolehkah zakat fitrah menggunakan uang? Kalau tidak boleh apakah solusi yang selama ini dilakukan sebagian kiai-kiai (yaitu kiai menjual beras pada pemberi zakat (muzakki) kemudian langsung dizakatkan kembali pada kiai tersebut) sudah benar secara syara’?
Kita tahu, zakat fitrah dengan menggunakan uang adalah boleh menurut sebagian ulama yaitu mazhab Hanafiyah dan tidak boleh menurut sebagian yang lain. Sedangkan solusi yang selama ini dilakukan sebagian kiai-kiai (yaitu kiai menjual beras pada pemberi zakat (muzakki), kemudian langsung dizakatkan kembali pada kiai tersebut) sudah benar jika bertaklid kepada ulama yang tidak memperbolehkan zakat dengan uang.
Dikatakan di dalam kitab Hasyiyah ibn Abidin:
قَوْلُهُ وَجَازَ دَفْعُ الْقِيْمَةِ أَنَّهَا تُعْتَبَرُ يَوْمُ الأَدَاءِ كَمَا فِي السَّوَائِمِ وَيَقُوْمُ فِي الْبَلَدِ الَّذِي الْمَالُ فِيهِ الخ... حاشية ابن عابدين — (ج ٢ / ص ٢٩٩)
Artinya: “Perkataan Mushannif “Dan boleh menyerahkan nilai” adalah mempertimbangkan hari pelaksanaannya, sebagaimana yang ada pada binatang ternak, nilai tersebut berdasar pada harta yang terdapat di negaranya.”
Demikian juga dalam Hasyiyah al-Thahawiy ala Miraqi al-Falah dikatakan:
وما لم ينص عَلَيْهِ كَذّرَّةٍ وَخُبْزٍ تُعْتَبَرُ فِيهِ الْقِيْمَةُ وَصَدَقَةُ الْفِطْرِ كَالزَّكَاةِ فِي الْمَصَارِفِ. حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح — (ج ١ / ص ٤٧٦)
Artinya: “Yang diperhitungkan dalam sesuatu yang tidak terdapat ketegasan (nash), seperti jagung dan roti, adalah nilainya (harga). Zakat fitrah tak ubahnya zakat dalam segi pendistrisbusiannya.”
Kapan waktu pembayaran zakat yang tepat?
Jika ditanya, sejak kapan zakat fitrah sudah boleh dikeluarkan? Dan kapan waktu kewajiban zakat berakhir? Kalau terlambat dari waktu yang ditentukan apakah masih wajib dikeluarkan? Yang jelas, waktu pembayaran zakat fitrah ada lima waktu, yaitu: waktu jawaz, waktu wujub, waktu fadhilah, waktu karahah dan waktu tahrim. Jadi kalau pembayaran zakat fitrah diakhirkan sampai pada hari berikutnya (masuk tanggal 2 Syawal) maka hukumnya haram. Namun tetap wajib dikeluarkan sebagai qadha’.
Ini sebagaimana di dalam kitab l’anatu al-Thalibin sudah dijelaskan:
وَالْحَاصِلُ أَنَّ لِلْفِطْرَةِ خَمْسَةُ أَوْقَاتٍ: وَقْتُ جوَاز، وَوَقْتُ وُجُوْبِ، وَوَقْتُ فَضِيْلَةٍ، وَوَقْتُ كرَاهَةٍ، وَوَقْتُ حُرْمَةٍ. فَوَقْتُ الْجَوَازِ أَوَّلُ الشَّهْرِ. وَوَقْتُ الْوُجُوْبِ إِذَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ. وَوَقْتُ فَضِيلَةٍ قَبْلَ الْخُرُوجِ إِلى الصَّلاةِ. وَوَقْتُ كَرَاهَةٍ إِذَا أَخَّرَهَا عَنْ صَلَاةِ الْعِيدِ – إِلَّا لِعُذْرِ مِنِ انْتِظَارِ قِرِيْبٍ، أَوْ أَحْوَجٍ – وَوَقْتُ حُرْمَةٍ إِذَا أَخَّرَهَا عَنْ يَوْمِ الْعِيدِ – بِلَا عُذْرٍ. إعانة الطالبين – (ج ٢ / ص ١٩٨)
Artinya: “Kesimpulan terdapat lima waktu dalam pendistribusian zakat fitrah: waktu jawaz (boleh); waktu wujub (wajib); waktu fadhilah (utama); waktu karahah (dibenci); dan waktu hurmah (haram). Waktu jawaz terdapat di awal bulan, waktu wujub ketika matahari terbenam, waktu fadhilah sebelum berangkat untuk menunaikan shalat, waktu karahah apabila mengakhirkan zakat sampai pelaksanaan shalat id selesai, terkecuali ada udzur; menunggu kerabat atau yang lebih membutuhkan, dan waktu hurmah apabila mengakhirkan zakat hingga hari ‘id tanpa ada udzur.” Wallahu a’lam bisshawaab.
Sempat nyantri di PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di PP Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.