Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Pesan Syaikh Yusri Menyambut Bulan Ramadhan

Avatar photo
36
×

Pesan Syaikh Yusri Menyambut Bulan Ramadhan

Share this article

Berikut adalah pesan-pesan Syaikh Yusri Rusydi Gabr Al-Hasani dalam
menyambut persiapan
memasuki bulan suci Ramadhan.

Salah satu dari dua orang sahabat gugur syahid di medang Perang. Setelah beberapa tahun berlalu,
sahabat yang masih hidup melihat dalam mimpi, ia berada di derajat lebih tinggi
dari temannya yang mati syahid. Ia pun heran.

Ia mengadukan mimpinya kepada Rasulullah saw. Rasul memecahkan keheranan sahabatnya dengan balik bertanya,
“Berapa lama ka
mu menjumpai Ramadhan setelahnya?” Beliau melanjutkan, “Ramadhanlah
yang membuat derajatmu lebih tinggi dari derajat kesyahidannya.”

Patutlah kita banyak bersyukur atas umur yang dipanjangkan
dan kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan baru. Di
bulan ini, satu ibadah fardhu sepadan dengan
pahala 70 ibadah
fardhu di bulan lain. Satu ibadah sunnah sebanding dengan
pahala satu ibadah fardhu. Belum lagi di dalamnya ada malam yang lebih mulia
dari seribu bulan. Dengan catatan, menjalani Ramadhan mesti dengan menjaga
adab-adab
(etika dan tata krama). Tanpa adab, amal bagaikan debu
berterbangan. Tak ada bobotnya.

Puasa
level orang awam sekedar menahan syahwat perut dan syahwat kemaluan di siang
hari. Di malam hari kembali makan, minum, menonton televisi dan
aktivitas-aktivitas duniawi lainnya.

Puasa level orang berilmu tidak demikian, apalagi kalau dia
pelajar Al-Azhar dan
ahli al-Qur’an. Puasa level ini lebih mengedepankan puasa hati dari
puasa anggota badan. Ia menjauhi segala bentuk perbuatan dan pikiran yang
mengalihkan konsentrasinya terfokus hanya kepada Allah. Puasanya rusak apabila
ia nodai dengan dosa-dosa gibah, nammah, ghaflah (lalai), dengki dan
akhlak-akhlak buruk lainnya.

Untuk mencapai level ini, seorang butuh pemanasan dan latihan
(tadrîb) jauh sebelum memasuki Ramadhan. Tak bisa mendadak seperti
utopia kebanyakan
umat muslim yang tancap gas mulai hari pertama. Tak heran, shalat Isya dan Subuh hari pertama masjid membludak bagaikan shalat Jum’at. Berlalu tiga hari, shaf mengalami kemajuan
menjadi setengah masjid. Berlalu enam hari maju menjadi seperempat. Pada
akhirnya yang bertahan adalah mereka yang memang dari semula sebelum Ramadhan
rajin ke Masjid. Yang tidak memiliki
muwazhabah
(ketekunan) sejak pra-Ramadhan, mustahil ia
merasakan kenikmatan Ramadhan.

Pemanasan itu dapat dilakukan dengan memperbanyak istigfar,
sh
alawat dan tahlil masing-masing 100 kali di pagi hari dan 100
di sore. Walaupun redaksi kalimatnya variatif, ketiga hal ini adalah poros (al-mihwar)
yang diamalkan oleh semua sufi apapun thariqahnya, karena sumbernya sama, yaitu
Rasulullah saw. Juga membiasakan sh
alat lima waktu berjamaah
di
masjid serta menuntaskan target harian baca Al-Qur’an.

Dengan pemanasan itu, saat Ramadhan menunaikan ibadah menjadi
ringan. Bahkan bukan sekedar menunaikan (adâ’ al-‘ibâdah), tapi untuk
terus-menerus dan berkisanambungan (al-muwâzhabah wa al-mudâwamah).
Perbedaannya, al-adâ’ membutuhkan al-ikhlâsh. Sedangkan al-muwâzhabah
butuh ash-shidq. Tidak
lah mampu bertahan
terus-menerus
dan istiqamah beribadah kecuali ash-shadiq:

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونو مع الصادقين

Ash-shâdiq adalah mereka yang
memiliki daya tahan yang kuat dan kebal bagaimanapun ombak kehidupan keras
menamparnya. Situasi dunia mereka boleh berubah-ubah, tapi situasi bersama
Allah tak akan berganti.

Teladan kita adalah Rasulullah saw. Beliau hidup dengan berjuta
badai kehidupan. Ujian beliau hadapi silih berganti. Berapa kali beliau
mengubur
kan putra-putrinya dengan tangan sendiri. Beliau dimusuhi oleh
keluarga terdekatnya. Keluarga tercinta yang berhasil beliau islamkan, syahid
tercabik-cabik di hadapan matanya dan beliau kuburkan sendiri. Walau demikian,
ketundukan pada Tuhannya tak pernah goyah sedikitpun. Tak ada ceritanya beliau
meliburkan diri ke masjid walau sebab kematian istri dan paman tercinta,
Khadijah ra. dan Abu Thalib. Buktinya, ketika diangkat Isra Mikraj beliau
sedang asyik bermesraan dengan Tuhannya di Masjidil Haram.

Beliau mengajarkan untuk menjadikan hari-hari sepanjang tahun
semuanya adalah Ramadhan, sepanjang tahun shalat Subuh berjamaah di masjid,
setiap hari shalat Dhuha. Jika menunda-nunda sampai datangnya Ramadhan,
maka nafsu apabila dimanja akan seperti keledai yang makin
liar jika tak terkontrol. Tabiat nafsu itu pragmatis, silau pada kenikmatan
yang dekat tapi sesaat sirna.

Pada 13 atau 12 hari menjelang
Ramadhan, matangkan persiapan layaknya atlet yang mengatur pola aktivitas
harian dengan cermat dan proporsional, agar saat turun pertandingan kondisi
mereka fit. Layaknya sahabat Nabi yang selalu fit dan tahan berdiri dalam sh
alat yang panjang walau usia sudah senja.

1 juz Al-Qur’an (minimal) yang kalian murajaah di siang hari, jadikan sebagai ayat shalat di malam harinya. Maka nantinya kalian akan terbiasa
membaca satu juz tiap tarawih. Itupun 1 juz, kalau sahabat melihat, mereka akan
menertawakan kita.

Dikisahkan, Sayyidina Ubay bin Ka’ab ra. yang dipilih
mengimami shalat Tarawih oleh Sayyidina Umar ra di masa kekhilafahannya, Ia
mulai dari setelah Isya dan selesai beberapa menit sebelum azan subuh. Walau
akhirnya para tetua melapor kepada Umar ketidak-sanggupan mereka, maka sejak
itu, Umar memberikan kebijakan meminta Ubay memangkas bacaan tapi menambah rakaat
menjadi 20 yang sebelumnya delapan rakaat.

Memang seperti itulah mereka dididik dan dilatih oleh
Rasulullah
saw. Bbeliau biasa membaca Surat Al-Baqarah dalam rakaat pertama
dan Surat
Âli ‘Imrân di rakaat kedua. Saydina Utsman RA dalam riwayat masyhur
mengkh
atamkan Al-Qur’an dalan satu rakaat witir. Karena mereka
membaca Al-Qur’an dengan
ruh, bukan dengan tubuh. Bedanya, ruh tak mengenal durasi
waktu, tak jenuh dan letih, karena ia ada di alam metafisika. Sedangkan tubuh
lemah karena keberadaannya di alam nyata.

Imam An-Nawawi dalam kitab At-Tibyan
menuliskan, “Rekor muri kh
atam terbanyak yang kami
dapatkan adalah, ada orang yang mampu kh
atam delapan kali dalam
rentang waktu Magrib sampai Isya.”

Apa yang ditulis Imam An-Nawawi ini mungkin absurd bagi kita,
tapi begitulah kenyataannya. Mereka tidak sampai maqom itu begitu saja,
melainkan setelah bersusah-payah melatih diri bertahun-tahun. Imam Sufyan
Ats-Tsauri berkata:

جاهدت القرآن ثلاثين عاما واستمتعت بها ثلايثن عاما

“Saya pontang-panting bersama Al-Qur’an selama 30 tahun,
barulah saya merasakan kelezatannya selama tiga puluh tahun.”

Maksud mujahadahnya dengan Al-Qur’an yaitu, ia shalat dengan
hafalan Al-Qur’an dan berulang-ulang kali salah, tapi ia terus mencoba dan
mencoba, sehingga benar-benar lancar. Barulah setelah tiga dasawarsa shalat
yang ia lakukan dengan hafalan Al-Qur’annya menjadi kenikmatan penyejuk jiwa (Qurrutu
Al-‘Ain
).

Di bulan Ramadhan, Bulannya Al-Qur’an sayadawuh Maulana Syaikh Yusribenar-benar menekankan kepada kalian untuk membiasakan shalat
dengan hafalan. Karena semua sahabat dan para ulama, mereka mengkhatamkan
Al-Qur’an di dalam shalat. Salah satu guru Al-Qur’an saya yang merangkap
dokter, Syaikh Amir Utsman terkenal hafalan Al-Qur’annya sangat lancar dan
mutqin. Ia pernah ditanya oleh seseorang, “Saya takjub dengan kekuatan hafalan
anda, padahal sepanjang hari anda sibuk melayani pasien, terus kapan waktu mur
aja’ah?.” Syaikh Amir menjawab, “Saya selalu membacanya
beruntun dalam shalat-shalat saya.”

Bacalah yang kalian hafal, apabila ingatan menemukan
kebuntuan, langsung
ruku’ dan lihat lagi mushaf setelah shalat. Kemudian coba lagi seterusnya sampai lancar dan tak
ada lagi kesalahan. Ini akan membantu kalian menuntaskan hafalan. Jangan
cukupkan hafalan hanya sampai yang diujikan saja di Al-Azhar (empat juz bagi wafidin
, pelajar asing yang bukan penutur asli bahasa Arab). Karena aib bagi Azhari
tidak menghafal Al-Qur’an. Bagaimana ia nanti naik mimbar, memberi ceramah,
mengajarkan ngaji kalau tak hafal Kitab Allah!? Manfaatkan waktu di Mesir
dengan banyak Qurro’nya untuk belajar dari mereka.

Hafalan seorang teruji apabila berhasil membacanya dengan
lancar dalam shalat. Tren imam shalat tarawih dengan membaca dari mushaf adalah
bid’ah yang akan berimbas pada penyia-nyiaan penghafal, hafalan dan mur
aja’ah. Imam dulu biasanya memuraja’ah sunggu-sunggug juz
yang akan dibaca malam nantinya di siang hari. Namun kini tren ini menjadikan
seperti seorang siswa yang diperbolehkan open-note dalam ujian sehingga
membuatnya malas mengulang-ulang pelajaran.

Shalat dengan hafalan walau ada kekeliruan lebih baik
daripada membaca mushaf dengan suara merdu. Ibarat ‘arusah maulid, yang dihias
cantik tapi tak mungkin kalian nikahi karena hanya boneka.

Sibukkanlah diri dengan Al-Qur’an. Mulai dari sekarang batasi
porsi bermain gadget, kurangi sedikit demi sedikit, sampai ketika masuk
Ramadhan
kalian betul-betul puasa dari memainkannya. Caranya jangan
langganan internet. Fitur-fitur negatif yang ada di hp adalah salah satu
representasi fitnah Dajjal di akhir zaman yang begitu pandai mempermainkan
hasrat manusia. Ketika niat membuka hp melihat sedikit informasi. Akhirnya
berjam-jam kalian buang untuk waktu yang sia-sia ini dengan sajian video dan
gambar-gambar beraneka ragam. Fitnah Dajjal adalah semacam penggagalan fokus
(tasywis), syahwat pada kemewahan, wanita dan pemandangan porno. Sekarang semua
ini ada dalam genggaman. Karena itulah dari jauh-jauh hari Nabi menjaga
kewaspadaan kita dari Dajjal, fitnahnya bukan ilusi belaka, tapi nyata.

Di akhir saya mengijazahkan wirid-wirid Thariqah Ad-Darqawiyah
Asy-Syadzuliyah, bacaan Istigfar, sholawat dan tahlil; pagi dan petang, bacaan
dalâil al-khoirat, shalawat al-Yusriyah, shalawat bi asmâilllâh al-husna,
apabila kalian tak punya kitabnya bisa dapatkan di internet.

Pesan ini disampaikan oleh beliau di Sahah Indonesia, salah satu majelis pengajian mahasiswa di Mesir pada Ahad, 14 Mei 2017 lalu.

Kontributor

  • Zeyn Ruslan

    Bernama lengkap Muhammad Zainuddin Ruslan. Asal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pernah belajar di Pondok Pesantren Darul Kamal NW Kembang Kerang dan telah menyelesaikan studi S1 di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.