Ulama Nusantara yang pernah tinggal di Batavia pada akhir abad 19-20 ini, dikenal dengan sebutan Sayyid Utsman bin Yahya. Sedangkan di tempat saya dikenal dengan Sayyid Utsman Betawi.
Sayyid Utsman Betawi adalah ulama besar dan termasuk tokoh yang paling berpengaruh di Nusantara pada zaman itu.
Ia pernah menjabat sebagai mufti Batavia dan penulis produktif yang jumlah karya tulisnya menurut saya paling sedikit 120 judul.
Para habib adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Setidaknya ada tiga istilah yang berkaitan dengan tema tersebut: Habib, Sayyid dan Syarif.
Menurut L.W.C van den Berg dalam bukunya berjudul Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara (terbitan INIS, Jakarta 1989, hlm. 23) bahwa istilah Sayyid dan Habib menunjukkan keturunan nabi SAW melalui jalur Imam Husain yang merupakan jumlah terbesar di negeri Hadramaut.
Sementara Syarif lebih kepada keturunan Imam Hasan yang biasanya berada di luar negeri tersebut dan dapat ditemukan misalnya di kota Makkah tempo dulu.
Sesuai dengan judul di atas, bagian yang ingin dikemukan dalam tulisan ini adalah tentang Habaib di Nusantara dan hubungannya dengan Sayyid Utsman Betawi.
Sudah jamak diketahui bahwa ia adalah tokoh ulama yang mempunyai silsilah keturunan Habaib yang sampai kepada nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya, menurut Prof. Azyumardi Azra bahwa ia adalah ulama pertama yang memperkenalkan tentang ke-Habib-an di Nusantara.
Baca juga: Mengenal Tengku Fachruddin Serdang, Ulama Nusantara dari Medan
Setidaknya dari jumlah karya tulis yang disebutkan di atas, ada tujuh judul yang ditulis secara khusus tentang tema tersebut, yaitu:
1. Mir’ah al-Haq wa al-Inshaf fi Huquq al-Sadah al-Asyraf (cermin kebenaran tentang sejumlah hak yang dimiliki para Habib yang mulia).
Kitab ini selesai ditulis pada tanggal 18 Syawal 1331 H di Batavia. Sebagaimana yang termaktub dalam judulnya, kitab ini membahas sejumlah hak yang dimiliki oleh Habaib sebagai keturunan nabi Muhammad SAW.
Sayyid Utsman memulai mukadimahnya dengan mengutip pendapat gurunya di Makkah, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang menyebutkan bahwa siapa yang mengingkari ketersambungan silsilah keturunan Imam Hasan dan Imam Husain kepada Nabi Muhammad SAW akan terkena ancaman.
Ia menafsirkan ayat al-Quran dan Hadits; dari al-Quran adalah dua ayat:
(a) “Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa darimu Ahlu al-Bait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya.“ (QS. Al-Ahzab: 33)
(b) “Katakanlah ‘aku tidak meminta kepadamu sesuatu apapun kecuali rasa sayang atas keluarga.” (QS. Al-Syura: 23).
Ayat pertama menurut Sayyid Utsman tentang Nabi dan keluarganya yang mencakup para istri (bait al-sukna) dan keturunannya (bait an-nasab). Sementara ayat kedua sesuai dengan pertanyaan Ibnu Abbas kepada Nabi SAW tentang siapa yang diperintahkan agar disayangi, kemudian dijawab dengan keturunan Imam Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah RA.
Baca juga: Menilik Harta Karun Peninggalan Syaikh Abdurrahman Batuhampar Kakek Bung Hatta
Sementara hadits yang disebutkannya berbunyi, “Aku meninggalkan kepadamu tsaqalain (dua yang berat), satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu kitab Allah (al-Quran) dan keluargaku (‘itrati). Keduanya tidak akan berpisah sampai datang ke telaganya nabi SAW. Maka, lihatlah bagaimana kamu menggantikan aku atas keduanya.”
Menurut Sayyid Utsman, keduanya disebut dengan tsaqalain sebab menjadi pusat ilmu Islam dan hikmah.
Dalam kitab ini, Sayyid Utsman juga memaparkan bagaimana penghormatan ketiga imam mazhab kepada mereka. Satu hal lagi yang disebutkannya bahwa “Di antara bentuk kasih sayang kepada keturunannya adalah dengan senantiasa memberikan mereka nasehat agar berbuat kebaikan.”
2. Hadits Keluarga: Terhimpun di Dalamnya Hadits-hadits Yang Dinukil Dari Kitab-kitab Hadits Yang Muktamad.
Isi kitab ini hampir sama seperti kitab sebelumnya. Namun, yang membedakan adalah dari segi banyaknya jumlah hadits yang menjadi dasar atas keutamaan keturunan Nabi SAW.
3. Qaul al-Haq bi al-Bashirah fi Anna al-Mujtari’ Khabis al-Sarirah (ucapan yang benar bahwa yang berani –menyakiti para Habaib- adalah orang yang buruk perangainya).
Kitab ini diselesaikan pada tanggal 21 Syawal 1331 H di Batavia. Kitab ini adalah bantahan Sayyid Utsman terhadap seorang ulama yang membolehkan pernikahan syarifah (perempuan) kepada laki-laki non-Habib, apabila dijatuhkan syarat “kesepadanan” oleh perempuan tersebut dan juga walinya. Menurutnya, para ulama Habaib telah sepakat atas ketidak-bolehan pernikahan tersebut secara mutlak.
Pengecualian atas hal tersebut dibolehkan dan berlaku dalam batas dan kondisi darurat. Untuk menguatkan pendapatnya, ia banyak menukil pendapat ulama-ulama besar, seperti Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj yang menyebutkan bahwa “selain laki-laki golongan Hasyimi dan Muthallabi tidak ada yang sepadan.”
Ada yang menarik yang disebutkan Sayyid Utsman di bagian akhir, bahwa dosa yang dilakukan keluarga Nabi lebih besar ukurannya dari dosa yang dilakukan selain mereka.
Bahkan nabi sangat senang dan memerintahkan umat Islam agar memberi nasehat kepada mereka agar berbuat baik.
Ilustrasi yang disebutkannya adalah seperti seorang tuan yang memerintakan seorang budaknya agar melarang anak-anak sang tuan bermain ketika melihat mereka. Ketika budak tersebut melarang mereka bermain, orang-orang di sekitar berkata kepada budak tersebut mengapa ia melarang meraka. Budak tersebut menjawab bahwa tuannya memerintahkannya.
Baca juga: Al-Faqih Al-Muqaddam, Penggagas Tarekat Alawiyah dan Jejak Apolitiknya
4. Hadzihi al-As’ilah Allati Waradat ala al-Sayyid Utsman wa Thuliba minhu al-Jawab (kumpulan fatwa Sayyid Utsman atas beberapa pertanyaan yang diajukan kepadanya).
Kitab ini diselesaikan pada tanggal 24 Muharram 1310 H. Sepertinya, kitab ini adalah yang terpanjang ketika membahas ketidak-bolehan pernikahan perempuan Syarifah dengan laki-laki non-Habib. Sebab, nukilan yang dimuatnya dari banyak ulama mazhab Syafi’i lebih terlihat dalam kitab ini. Meskipun, kumpulan fatwa tersebut juga memuat tema-tema lainnya.
5. Simt al-Syudzur wa al-Jawahir fi Hall Takhsis al-Nuzur li al-Sadah al-Athahir (kalung emas dan mutiara, perihal dibolehkan memberikan kepada para Sayyid/ Habib agar terpenuhi sebuah nazar). Kitab ini selesai ditulis pada awal bulan Rajab 1294 H. Karya ini memuat pendapat Sayyid Utsman terkait siapa penerima uang sumbangan yang diberikan oleh para pengunjung makam keramat Habib Husain bin Abubakar bin Abdullah Alaidrus (w. 1756 M); apakah kepada kepala distrik atau wilayah tersebut, atau kepada keturunan Habib tersebut.
Memang terjadi perdebatan di dalamnya. Namun, Sayyid Utsman dalam karya ini menegaskan bahwa yang berhak menerima atas nazar tersebut adalah para keluarga dan keturunan Habib makam tersebut. Pembahasan yang cukup panjang sudah saya tulis dalam buku saya yang berjudul Ulama, Islam dan Nusantara: Catatan Ringkas Pergulatan Pemikiran Keagamaan (hlm. 43-50).
6. Al-Silsilah al-Nabawiyah fi Asanid al-Sadah al-Alawiyah ila Jaddihim al-Mustafa Khair al-Bariyah Shallallahu ‘alaihi Wasallam (genealogi Habaib sampai kepada kakek mereka, nabi Muhammad SAW). Kitab ini selesai ditulis pada akhir bulan Ramadan 1301 H.
7. Dzikr Masyayikh al-Mu’allif alladzina Akhadza ‘anhum al-Ilm Qira’atan wa Talaqqiyan wa Ijazatan wa Tabarrukan min al-A’immah al-Mursyidin al-Masyhurin (para guru penulis yang dari mereka diperoleh ilmu, baik secara qira’ah, talaqqi, ijazah dan keberkahan).
Di antara para gurunya yang berasal dari golongan Habaib di Hadramaut, adalah Habib Abdullah bin Husain bin Thahir, Habib Hasan bin Saleh, Habib Abdullah bin Umar bin Yahya, Habib Alawi bin Zain al-Habsyi, Habib Alawi Asegaf, Habib Abdullah bin Husain bin Shihabuddin, Habib Ahmad Junaid.
Baca juga: Surga dan Neraka bagi Keturunan Nabi
Di antara gurunya di Mekkah, adalah Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi, dan di Madinah, adalah Habib Umar bin Abdullah al-Jufri.
Bahkan, Sayyid Utsman menuliskan pujian guru-gurunya kepadanya seperti Habib Abdullah bin Husain bin Thahir yang berbunyi: “Laka al-khair ya Utsman wuffiqqta li al-rusyd – wa li al-maslak al-mahmud fi al-fi’l wa al-qashd (kebaikan bagi kamu, Utsman yang telah diberikan petunjuk dan jalan terpuji dalam perbuatan dan niat).
Tujuh judul kitab yang disebutkan di atas setidaknya membuktikan konsen Sayyid Utsman Betawi untuk memperkenalkan Habaib kepada masyarakat di Nusantara.
Please login to comment