Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Menjawab Tuduhan atas Sahabat Mulia Abu Hurairah

Avatar photo
29
×

Menjawab Tuduhan atas Sahabat Mulia Abu Hurairah

Share this article

Guru Hadits kami Syekh Aiman Al-Hajjar dalam bukunya yang berjudul Difa’ ‘an Al-Shahihain menyelipkan sebuah pembahasan mengenai tuduhan-tuduhan kelompok sebelah terhadap Sunnah Nabawiyah.

Tuduhan tersebut menyerang Sunnah dari berbagai sisi, menuduh Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim terisi dengan banyak hadits yang dipalsukan dengan berlandaskan akal yang mereka buat tanpa menggunakan standar ilmiah. Menuduh bahwa ada berberapa hadits yang bertentangan dengan logika, menuduh pembukuan hadits tidak autentik. Bahkan juga menyerang sahabat Abu Hurairah dan para perawi yang banyak meriwayatkan hadits.

Tuduhan terhadap sahabat nabi yang banyak meriwayatkan hadits dari segi periwayatan, dilancarkan tujuannya untuk menghilangkan kepercayaan umat terhadap para perawi, sehingga hilang sebagian besar sumber periwayatan hadits Nabi. Dituduh bahwa namanya atau asal usulnya tidak dikenal, dituduh juga dengan tidak mungkinnya meriwayatkan hadits yang banyak dalam waktu yang menurut mereka relatif singkat.

Mulailah mereka menuduh Abu Hurairah yang memiliki lebih dari 5000 riwayat hadits, menuduh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang mana beliau salah satu orang yang diamanatkan untuk menulis wahyu. 

Tuduhan terhadap Abu Hurairah yang dilandasi iri dan dengki tersebut tujuannya untuk menghilangkan hadits Nabi dan melahirkan keraguan umat terhadap apa yang diriwayatkan olehnya. Padahal banyaknya hafalan dan riwayat yang dimiliki Abu Hurairah dinilai wajar jika kita melihat perjalanan hidup beliau bersama Rasulullah .

Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits saat Abu Hurairah menceritakan dirinya sendiri: “Saudaraku dari Muhajirin sibuk bekerja di pasar, dan saudara dari Anshar sibuk bekerja dengan harta mereka, adapun Aba Hurairah terus melazimi (menyertai) Rasulullah untuk mengenyangkan perutnya, dia hadir saat orang lain tidak hadir, dan dia bisa menghafal apa yang tidak bisa orang lain hafal.”

Selain semangat yang luar biasa untuk mengambil cahaya dari sang Nabi, Abu Hurairah juga diberikan sebuah kekhususan; yaitu doa dari Rasulullah agar mendapatkan hafalan yang kuat dan tidak mudah lupa.

Baca juga: Amalan-amalan Setara Haji atau Umrah

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairah berkata: Aku pernah berkata kepada Rasulullah , “Wahai Rasulullah aku banyak mendengar darimu hadits, tapi aku mudah lupa.”

Kemudian Rasulullah memerintahkan Abu Hurairah untuk membentangkan surbannya, Rasulullah pun menengadahkan tangannya yang mulia ke atas lalu meletakkan di atas surban Abu Hurairah.

“Peluk surbannya!” perintah Rasulullah kepada Abu Hurairah.

Abu Hurairah langsung memeluknya. Abu Hurairah berkata:, “Aku pun memeluknya, dan aku tidak pernah melupakan apapun semenjak kejadian itu.”

Waktu yang sangat banyak bersama Rasulullah ditambah dengan kemampuan khusus yang didapat dari keberkahan Rasulullah menjadikan hafalan Abu Hurairah adalah hal yang wajar. Riwayat yang dikumpulkan oleh Abu Hurairah tidak semuanya didapatkan langsung dari Rasulullah , ada sebagian hadits yang didapat dari sahabat yang lain, seperti Sayyiduna Abu Bakar, Sayyiduna Umar dan sahabat lainnya.

Kebiasaan saling memperdengarkan hadits merupakan kebiasaan yang dilakukan para sahabat saat berkumpul. Setiap mereka duduk-duduk dan berkumpul mereka akan saling menyampaikan hadits yang telah masing-masing dari mereka dapatkan langsung dari Rasulullah dan semua sahabat adalah sosok yang amanat.

Diriwayatkan dari seorang tabi’in Humaid bin Abi Humaid Al-Thawil (w. 142 H): Suatu hari Anas bin Malik sedang membacakan hadits Rasulullah . Tiba-tiba ada seseorang yang berkata: “Kamu yakin mendengar hadits ini dari Rasulullah?”

Anas bin Malik pun marah mendengar pertanyaan tersebut. Dia berkata, “Demi Allah! Semua yang kami sampaikan asli dari Rasulullah, kami (para sahabat) saling menyampaikan hadits satu sama lain, dan kami tidak pernah menuduh siapapun di antara kami.” (Al-Jami’ li Akhlaq Al-Rawi wa Adab Al-Sami’, jilid 1 hal 52)

Misalnya saja sahabat Anas bin Malik, hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1661 hadits. Dari jumlah keseluruhan, hadits yang beliau dengar langsung dari Rasulullah tidak lebih banyak dari hadits yang beliau dapatkan dari sahabat yang lainnya. Para sahabat saat saling membagikan riwayat haditsnya tidak mungkin berbohong, karena mereka mengerti bahwa bohong adalah dosa besar, apalagi berbohong atas nama Rasulullah .

Baca juga: Bagaimana Siksa Kubur Dirasakan Orang Mati?

Begitu juga dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sebagian besar di antaranya juga beliau dapatkan dari sahabat. Di antara 5000 lebih hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, hanya 110 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah sendiri. Hadits-hadits sisanya, tidak hanya Abu Hurairah yang meriwayatkan, tapi sahabat lain juga ikut meriwayatkan. Hasil ini diteliti oleh seorang ulama hadits kontemporer bernama Muhammad Jamil Al-Mathari dalam jurnal yang berjudul ‘Adad Ahadits Abi Hurairah Bahts wa Istiqra.

Perlu diketahui juga, bahwa 5000 lebih hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah itu terhitung dengan banyaknya jalur sanad. Adapun matan hadits jika kita tidak melihat jalur sanad yang bercabang, maka jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah hanya seperempat dari total tersebut.

Dan masuk akal bagi seseorang yang memiliki waktu lebih banyak bersama Rasulullah bisa memiliki hadits yang hanya beliau yang meriwayatkannya, terlebih kesibukan Abu Hurairah hanya membersamai Rasulullah saja.

Akhirnya, ilmu hadits bukanlah ilmu yang mudah digoyahkan dengan tuduhan yang tidak mendasar. Syekh Aiman pernah mengutip seorang orientalis Jerman; Alyos Sperenger yang mentahqiq kitab Al-Ishabah fi Tamyiz Al-Shahabah karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani saat mengungkapkan kekagumannya dengan para ulama hadits dalam berkhidmat terhadap ilmu hadits:

إن الدنيا لم تر و لن ترى أمة مثل المسلمين، فقد درس بفضل علم الرجال الذي أوجدوه حياة نصف مليون رجل

“Sungguh, dunia ini tidak bisa melihat dan tidak akan melihat umat sehebat umat muslim. Mereka mengkaji setengah juta jiwa para perawiw ilmu hadits dengan menggunakan ilmu rijal (ilmu yang membahas para perawi hadits) yang mereka susun konsepnya.”

Sabtu, 6 November 2021
Madinah Bu’uts Al-Islamiyyah, Kairo

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.