Artikel

Realita Tidak Bisa Menjadi Hukum Islam

31 Aug 2020 11:02 WIB
1286
.
Realita Tidak Bisa Menjadi Hukum Islam

Al-Waqi' laisa hukman. Argumentasi "realita bukanlah suatu hukum Islam” ini muncul sebagai respon terhadap (katakanlah) lembaran hitam sejarah umat Islam. Khususnya dalam hal politik dan pemerintahan.

Kita tahu bahwa sejarah Islam, selain dipenuhi oleh tinta emas kemajuan ilmu dan teknologi. Pada saat yang sama, ia juga dipenuhi oleh tinta merah darah manusia sebagai akibat dari perebutan kekuasaan, perebutan wilayah, perang saudara hingga kesewenang-wenangan penguasa.

Memang benar realita bukanlah hukum Islam. Namun dengan melihat kepada sejarah, kita akan tahu bagaimana konsep ideal dari hukum dan pemerintahan Islam, diturunkan dari dunia ide ke dalam dunia nyata.

Kita bisa melihat, misalkan, sudah sangat lama sekali tidak ada hukum rajam dilaksanakan di dunia muslim. Catatan terakhir yang ditemukan (di Kesultanan Turki Utsmani) adalah tahun 1680 di Istanbul, dihadiri oleh Sultan Mehmed IV.

Baca juga: Cinta Baginda Nabi kepada Negerinya: Tinjauan Islam Nusantara

Kita juga bisa melihat bahwa hukuman diyat yang idealnya adalah seratus ekor unta (baik diyat berat ataupun diyat biasa) ,ternyata pernah diturunkan di masa Syekh Ibrahim Al-Baijuri di Mesir.

Kita juga bisa melihat bahwa selama sekian abad khalifah Abbasi di Kairo hanya sebuah gelar tanpa kekuatan politik. Seperti Raja Xian (raja terakhir dinasti Han Timur dalam kisah The Three Kingdoms) yang hanya seorang raja tapi kekuasaannya secara de facto dipegang oleh Dong Zhuo lalu Cao Cao.

Jika kita hanya berbicara tentang konsep, maka tidak ideal bagaimana konsep kekhalifahan yang ditawarkan ISIS. Banyak orang terbujuk dengan mimpi indah yang ditawarkan hingga rela meninggalkan harta dan keluarga di kampung halaman dan berangkat ke sana. Namun ternyata mereka malah jadi sobat ambyar.

ISIS hanya mengetahui teori, tetapi mereka tidak menyadari bahwa zaman sudah berubah dan setiap zaman butuh solusi yang cocok untuk zamannya.

Apa yang dilakukan ISIS sebenarnya tidak jauh berbeda dari apa yang dilakukan oleh Selim I, Sultan Turki Utsmani ketika menghancurkan Dinasti Mamalik (beserta khalifah Abbasi yang dipegangnya), lalu mendeklarasikan diri sebagai khalifah di tanah Mesir. Begitu juga dengan Abbasi mengambil dari Umawi. Kekuasaan diambil dengan darah.

Baca juga: Menyoal Penafsiran Al-Quran dengan Syair Arab

Itulah mengapa bagi penulis, kajian sejarah hukum Islam sangat penting dan menarik. Itu karena dengan melihat sejarah, kita bisa melihat kelebihan dan kekurangan penerapan hukum Islam di setiap masa. Kita juga bisa melihat inovasi dan kompromi yang dilakukan oleh para penguasa muslim dalam menerapkan hukum Islam di wilayahnya.

Dengan melakukan kajian sejarah terhadap hukum Islam, kita tidak akan terkurung di dunia ide. Kita siap untuk terus berusaha dan berinovasi untuk mencapai tujuan mulia itu dengan kemampuan kita, karena kita sadar bahwa bahwa seideal apapun konsep yang ada, tetap saja yang jadi pelaksana adalah manusia yang tidak sempurna.

Fahmi Hasan
Fahmi Hasan / 3 Artikel

Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Sekarang menjadi dosen di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Meminati kajian fikih dan hukum Islam kontemporer.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: