Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Evolusi Praktik Keagamaan dalam Pelembagaan Tasawuf

Avatar photo
433
×

Evolusi Praktik Keagamaan dalam Pelembagaan Tasawuf

Share this article
Tarekat dapat dipandang sebagai mazhab di bidang tasawuf.
Tarekat dapat dipandang sebagai mazhab di bidang tasawuf.

Pada abad 12 M, praktik tasawuf mengalami pelembagaan melalui pembentukan tarekat (Scattolin dan Anwar, 2008). Sejak itu, praktik tasawuf tidak hanya sebagai ritual individual kaum sufi, melainkan berkembang menjadi aktivitas spiritual yang bersifat komunal. Tarekat berfungsi sebagai wadah bagi umat Islam pada saat itu untuk belajar dan mempraktikkan ajaran tasawuf secara terstruktur. Melalui lembaga ini, para sufi mengembangkan metode-metode khusus yang praktis dan bisa diikuti oleh banyak orang.

Pada awalnya lembaga tarekat terbentuk dari perkumpulan para sufi yang mengidentifikasi diri mereka sebagai penerus ajaran tokoh sufi tertentu, sebagaimana awal terbentuknya tarekat Qadiriyah, Suhrawardiyyah, dan Rifa’iyyah. Tarekat Qadiriyah terbentuk dari perkumpulan para sufi yang meneruskan dan melestarikan metode praktik tasawuf Sykeh Abdul Qadir al-Jailani. Tarekat Suhrawardiyah terbentuk dari perkumpulan sufi penerus Syekh Abu Najib as-Suhrawardi. Sedangkan Tarekat Rifa’iyyah terbentuk dari perkumpulan sufi penerus Syekh Ahmad ar-Rifa’i (Yoichi, 2007).

Dalam konteks yang lebih luas, kemunculan tarekat sebagai pelembagaan tasawuf tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial masyarakat Muslim pada abad 12 M. Pada masa ini, berbagai mazhab dalam khazanah keilmuan Islam klasik, seperti ilmu kalam dan fikih, mengalami perkembangan yang lebih pesat dari sebelumnya. Mazhab-mazhab ini tidak hanya menjadi lembaga keagamaan formal, tetapi juga bertransformasi menjadi gerakan sosial yang sangat populer dan berpengaruh.

Fenomena ini menunjukkan bahwa praktik keagamaan pada masa itu mengalami evolusi. Banyak praktik-praktik keagamaan Islam mengalami pelembagaan dan perluasan fungsi secara sosial. Kemunculan tarekat juga merupakan bagian dari evolusi itu. Para sufi mengembangkan tarekat sebagai gerakan sosial keagamaan. Tarekat menjelma semacam mazhab baru dalam khazanah Islam klasik yang digunakan oleh para sufi untuk memformulasikan pemikiran mereka (Lapidus, 2014).

Jika ditinjau lebih jauh, tarekat memiliki kemiripan dengan mazhab-mazhab dalam khazanah keilmuan Islam klasik lainnya, karena berkembang dalam konteks sosial yang sama. Berdasarkan tinjauan ini, tarekat dapat dipandang sebagai mazhab di bidang tasawuf. Hanya saja, istilah yang digunakan untuk menyebutnya adalah tharīqah (Masyhuri, 2014). Kendati demikian, tarekat memiliki karakteristik khas sebagai praktik spiritual dalam tradisi Tasawuf yang membedakannya dengan mazhab-mazhab Islam klasik.

Kemunculan tarekat sebagai lembaga tasawuf juga merupakan bagian dari evolusi masyarakat Muslim menjadi masyarakat urban. Setalah mengorganisasi diri ke dalam komunitas keagamaan, masyarakat Muslim abad pertengahan, khususnya abad 12 M, bertransformasi menjadi masyarakat urban. Begitu juga dengan kalangan tarekat awal, mereka mengorganisir sebagian umat Islam untuk membentuk komunitas sosial keagamaan sebagai salah satu entitas masyarakat perkotaan. Hal yang sama juga terjadi pada komunitas-komunitas keagamaan lain yang diorganisir oleh mazhab-mazhab fikih dan ilmu kalam.

Di berbagai kota Muslim di Timur Tengah pada masa itu, tarekat bersama dengan mazhab-mazhab fikih dan ilmu kalam terkategori sebagai komunitas keagamaan yang menjadi bagian penting dari populasi kota (Lapidus, 1973). Kota menjadi pusat perkembangan tarekat, meskipun tetap memiliki pengikut dari kawasan pinggiran (Karamustafa, 2007 dan Ohlander, 2010). Dalam arti lain, lembaga tarekat di masa-masa awal sebenarnya merupakan bentuk “urban sufisme”, meskipun istilah ini baru muncul di era kontemporer.

Keterlibatan tarekat dalam evolusi masyarakat Muslim menjadi masyarakat urban merupakan dampak panjang dari penaklukan Arab-Muslim atas wilayah-wilayah di Timur Tengah. Penaklukan yang telah berlangsung sejak abad 7 M tersebut secara perlahan mengubah struktur dan dinamika urban Timur Tengah warisan Pra-Islam. Perubahan ini mengakibatkan berdirinya kota-kota baru seperti Fustat, Baghdad, Basra, dan Kufah sebagai pusat urbanisasi masyarakat Muslim.

Secara umum, struktur kota-kota Muslim di abad ke 12 M terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, komunitas rezim dinasti yang mengatur administrasi kota dan politik. Kedua, komunitas keagamaan yang mencakup kelompok mazhab ilmu kalam, fikih, dan tarekat (sufi). Ketiga, komunitas masyarakat yang memiliki ikatan persaudaraan atau keluarga. Interaksi dan dinamika antar individu atau komunitas dari tiga tingkatan ini menjadi penopang utama kehidupan urban (Lapidus, 1973).

Dari uraian di atas, saya menyimpulkan bahwa kemunculan tarekat di fase awalnya merupakan respons kaum sufi atas perubahan sosial. Perkembangan masyarakat Muslim abad pertengahan menuju masyarakat urban yang lebih terorganisir mendorong kaum sufi untuk mengorganisasi praktik tasawuf dalam bentuk lembaga tarekat. Dengan kata lain, mereka menegosiasikan praktik keagamaan mereka dengan konteks sosial di mana mereka berada. Hal ini tidak hanya mencerminkan perubahan praktik keagamaan kaum sufi, tetapi juga mencerminkan evolusi mereka menjadi kelompok masyarakat yang lebih terorganisir dan terstruktur serta mampu beradaptasi dengan kondisi sosial.

Referensi

Scattolin, Giuseppe dan Ahmad Hasan Anwar. At-Tajalliyāt ar-Rūhiyyah fi al-Islām: Nushūsh Shūfiyyah ‘Abra at-Tārikh. Kairo: Al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Āmmah li al-Kitāb, 2008.

Karamustafa, Ahmet T. Sufism: The Formative Period. The New Edinburgh Islamic Surveys. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2007.

Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies. 3. ed. New York: Cambridge University Press, 2014.

____________ “The Evolution of Muslim Urban Society.” Comparative Studies in Society and History 15, no. 1 (Januari 1973): 21–50.

Masyhuri, Abdul Aziz Masyhuri. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf. Surabaya: IMTIYAZ, 2014.

Ohlander, Erik S. “Sufism in Medieval Muslim Societies.” History Compass 8, no. 6 (Juni 2010): 518–29.

Kontributor

  • Asmara Edo Kusuma

    Sastrawan aktif. Lulusan Al-Azhar University, Kairo. Mengerjakan sejumlah buku, sebagai penerjemah dan editor. Mengaku suka cilok, kopi, dan tertawa.