Artikel
Gus Baha: Filosofi Teologis Shalawat Sebagai Penjaga Iman
KH. Bahaudin Nursalim atau yang akrab disapa Gus baha menyebutkan bahwa membaca shalawat tidak hanya bukti maḫabbah atau cinta kita kepada Rasulullah semata. Tetapi juga bisa menjadi penyelamat pada hari kiamat kelak karena unsur filosofi teologis yang terkandung di dalamnya.
Filosofi teologis sholawat ini menurut Gus Baha memiliki dua unsur pengakuan yang esensial dan mendudukan relasi antara Allah dan Nabi secara proporsional. Pertama, mengakui Allah sebagai Tuhan sekaligus mengakui Nabi Muhammad Saw sebagai hamba Nya.
Baca juga: 5 Manfaat Shalawat, Melancarkan Rezeki hingga Mendapat Syafaat
Dalam shigat (redaksi) sholawat yang biasa kita lantunkan, yaitu Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad, menunjukan kedudukan Allah sebagai Dzat yang Maha Pemberi dan Nabi Muhammad sebagai penerima. Betapapun tinggi derajatnya dan berstatus makhluk terbaik, Nabi Muhammad tetaplah hamba Allah.
"Jadi, membaca sholawat itu, di samping menunjukkan mahabbah (cinta) kita kepada Rasulullah, dengan menyatakan beliau sebagai makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash sholawat dari Allah, juga menyatakan Allah sebagai (Tuhan) yang memberi," jelas santri kinasih Mbah Maimoen Zubair itu
Dilansir dari Channel Santri Gayeng, penjelasan Gus Baha ini dilandaskan pada pandangan Sayyid Muhammad Murtadha Az-Zabidi, pengarang kitab kitab Ithafus Sadatil Muttaqin, syarah atas kitab Ihya Ulumudin, buah karya Imam Al-Ghazali.
و أن النبي و إن جلّ قدره فهو محتاج إلى رحمة الله عزّ وجل
Artinya: “Betapapun tingginya kedudukan Nabi Muhammad saw, ia tetap membutuhkan kasih sayang dan kemurahan Allah swt.”
Inilah yang Gus Baha maksudkan sholawat sebagai penjaga akidah, umat muslim tetap mengagungkan Rasulullah sebagai status hamba Allah, dan tidak sampai menuhankannya.
Baca juga: Shalawat Nabi Merupakan Ikrar tauhid kepada Allah
Berbeda dengan umat Nasrani yang sudah kelewat fatal. Mereka menyanjung Nabi Isa sampai menasbihkannya sebagai tuhan, sementara orang Yahudi yang kelewat benci dengan Nabi Isa, menuduhnya sebagai anak hasil zina.
Penegasan senada juga tertuang dalam salah satu bait Qashidah Burdah karya Imam Al-Bushiri.
دَعْ مَا ادَّعَتهُ النَّصَارَى في نَبِيِّهِمُ * وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحًا فِيْهِ وَاحْتَكِمِ
“Tinggalkanlah olehmu apa-apa yang disangkakan oleh orang Nasrani. Tak mengapa kamu memuji Nabi secara berlebihan, tapi tinggalkanlah tradisi yang dilakukan orang Nasrani.” Tandas Gus Baha.
Baca juga: Tiga Qasidah Burdah Fenomenal dalam Kesusastraan Arab
Sedalam-dalam cintanya kita menyanjung Nabi Muhammad, umat muslim tidak akan terjebak sampai mendududkan Rasulullah setingkat dan sederajat dengan Allah Swt.
Inilah berkah shalawat. Ia tidak sekadar bukti cinta dan takzim. Melainkan penjaga tauhid yang menyelamatkan kita di hari kiamat kelak.
Baca Juga
Adakah dusta yang tidak berdosa?
23 Nov 2024