Khutbah Jumat bertema Islam adalah rahmat bagi semesta alam ini mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang membawa kedamaian dan kasih sayang bagi seluruh umat manusia. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107 bahwa Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin — rahmat bagi semesta alam.
Sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita meneladani sikap Rasulullah SAW yang penuh kasih, adil, dan menenteramkan. Kehadiran seorang muslim seharusnya membawa rasa aman bagi lingkungan sekitarnya, bukan sebaliknya. Seorang muslim sejati adalah yang menjaga lisannya dari kata-kata yang menyakiti dan tangannya dari perbuatan yang menzalimi.
Islam adalah Rahmat bagi Semesta Alam
إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Segala puji bagi Allah Swt. Rabbul alamin, atas segala nikmat yang telah Ia limpahkan kepada kita semua, terutama nikmat iman yang masih bisa kita rasakan ketika membaca tulisan ini. Selawat serta salam mari kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, serta orang-orang yang mengikuti jalan kebenarannya hingga hari kiamat kelak.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Islam sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad saw. ternyata tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang muslim saja, melainkan untuk seluruh eksistensi di muka bumi ini.
Allah Swt. berfirman dalam surat Saba ayat 28:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا كَاۤفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Tidaklah Kami mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali kepada seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
juga dalam surat Al-Anbiya ayat 107:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
“Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam Islam is Not Only for The Muslims menyimpulkan dari kedua ayat di atas bahwa Islam tidak hanya menjamin keselamatan orang muslim, tetapi juga berbicara tentang perlindungan bagi non-muslim. Beliau mengutip sebuah hadis yang menunjukkan perhatian Rasulullah saw. terhadap hak-hak non-muslim:
من قتل ذميا لم يرح رائحة الجنة
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, dia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Tidak ada satu pun ayat Alquran maupun hadis yang memerintahkan seorang muslim untuk membunuh non-muslim hanya karena perbedaan agama. Islam justru mengajak pemeluknya hidup damai dan penuh toleransi ketika berdampingan dengan non-muslim, dengan memegang teguh prinsip lakum dinukum waliyadin — bagiku agamaku, bagimu agamamu.
Rasulullah saw. bersabda:
إن يهود بني عوف أمة مع المؤمنين لليهود دينهم وللمسلمين دينهم
“Sesungguhnya Yahudi Bani Auf adalah satu kesatuan dengan orang-orang beriman. Bagi mereka agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka.” (HR. Ibn Hisyam)
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Non-muslim memiliki hak untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya tanpa gangguan siapa pun. Begitu pula seorang muslim, dia memiliki hak yang sama untuk beribadah tanpa gangguan.
Inilah ajaran Islam yang menjadi pedoman bagi seorang muslim ketika hidup di tengah masyarakat yang beragam: memberi kebebasan kepada umat lain untuk menjalankan ajarannya, dan tidak memerangi mereka hanya karena perbedaan agama.
Rasulullah saw. bahkan memiliki mertua seorang Yahudi, Huyai bin Akhtab, ayah dari Ummul Mukminin Sofiyah. Meski seorang Yahudi, Rasulullah saw. tidak memeranginya. Dalam catatan sejarah, tidak ada satu pun Yahudi di Madinah yang dibunuh semata-mata karena berbeda agama. Bahkan peperangan yang terjadi pada masa Rasulullah saw. tidak pernah didorong oleh faktor perbedaan agama.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Maka sudah semestinya seorang muslim tidak menjadikan agamanya sebagai alasan untuk bertikai, berselisih, apalagi berperang dengan umat lain. Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mencari permusuhan, melainkan melarang segala bentuk kezaliman, baik terhadap sesama muslim maupun non-muslim.
Islam hadir bukan untuk menebar ketakutan, melainkan membawa ketenteraman dan kesejahteraan bagi seluruh manusia. Sebagaimana Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. diutus tidak lain kecuali sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Rahmat ini mencakup semua aspek kehidupan: hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, maupun dengan alam sekitar.
Kehadiran seorang muslim di tengah masyarakat seharusnya memberi rasa aman bagi orang lain. Rasulullah saw. bersabda bahwa seorang muslim adalah orang yang membuat orang lain selamat dari lisan dan tangannya. Artinya, seorang muslim tidak boleh menjadi sumber keresahan, teror, atau permusuhan. Sebaliknya, ia harus menjadi pribadi yang menenteramkan, menolong, dan menebarkan manfaat bagi siapa pun di sekitarnya, tanpa memandang perbedaan agama.
Pada akhirnya, muslim sejati adalah yang mampu menghormati perbedaan di tengah masyarakat. Islam mengajarkan bahwa keragaman suku, bangsa, dan agama adalah sunnatullah yang tidak bisa dihapuskan, melainkan harus dikelola dengan bijak. Menghargai keyakinan orang lain bukan berarti melemahkan iman, justru menjadi bukti kedewasaan dalam beragama. Dengan sikap ini, kaum muslimin dapat hidup berdampingan secara damai dengan siapa pun, sekaligus menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi prinsip toleransi dan keadilan.
لا يأمر بالمعروف، ولا ينهى عن المنكر إلا من كان فيه خصال ثلاث: رفيق بما يأمر، رفيق بما ينهى. عدل بما يأمر، عدل بما ينهى. عالم بما يأمر، عالم بما ينهى
“Tidaklah seseorang memerintahkan yang ma’ruf (kebaikan) dan tidak pula melarang yang munkar (kemungkaran) kecuali ia memiliki tiga sifat: Lemah lembut dalam memerintahkan dan lemah lembut dalam melarang, adil dalam memerintah dan adil dalam melarang dan berilmu (berpengetahuan) dalam memerintahkan dan berilmu dalam melarang.”
اَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Ditulis oleh Rusydan Abdul Hadi. Tulisan ini tayang pertama kali dalam Buletin Rumah Wasathiyah.














Please login to comment